Friday, April 7, 2017

makalah 4 mazdhab



MAKALAH
 FIQH DAN USHUL FIQH
MAZHAB HANAFI, MALIKI, SYAFI’I DAN HAMBALI

Dosen mata kuliah: Indah Dian Sari,S.H.I.,M.H.I.


KELAS F
Disusun Oleh kelompok 3:
Tessa Miltasari            1651010443
Dirmansyah                 1651010452
Shopia Ananda           1651010453





PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 2017



KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan nama Allah yang maha Pengasih lagi maha Penyayang. Puji syukur penulis panjatkan kepada-Nya, serta salawat dan salam penulis persembahkan kepada Nabi Muhammad SAW. sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul MAZHAB HANAFI, MALIKI, SYAFI’I DAN HAMBALI”.

Uraian setiap topik dalam tulisan ini penulis sajikan dengan materi-materi yang menerangkan tentang konsep-konsep yang terdapat dalam Fiqh Islam. Sedang untuk penelusuran yang lebih jauh dan mendalam pembaca dapat mengadakan kajian pada buku atau kitab lainnya yang dianggap relevan dengan topik bahasan ini.

Akhir kata kami mengucapkan terimakasih, mudah-mudahan makalah ini dapat sedikit menambah wawasan dan berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.











Bandar Lampung, 7 April 2017





Kelompok 3






DAFTAR ISI

JUDUL..............................................................................................................................I
KATA PENGANTAR......................................................................................................II
DAFTAR ISI....................................................................................................................III


BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah.....................................................................................1
B.     Rumusan masalah..............................................................................................2
C.     Tujuan masalah..................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian madzhab..................................... ....................................................3
B.     Biografi Hanafi, Maliki, Syafi’i,dan Hambali..................................................5
C.     Metode fiqh dari Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali..................................11

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan......................................................................................................18


DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................19




BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

            Islam pada masa Rasulullah SAW masih hidup apabila terdapat kekurangan paham terhadap suatu hukum, para sahabat langsung menanyakan kepada Rasulullah SAW, sehingga bisa cepat terselesaikan. Kemudian sepeninggalan Rasulullah SAW, para sahabat menggunakan pengalaman yang diperoleh dari perkataan, perbuatan dan kebiasaan beliau ketika masih hidup. Ketika sampai kepada masa tahap ini mereka berpegang kepada Al-Qur’an, As Sunnah dan kepada perkataan sahabat. Seiring perkembangan jaman persoalan semakin bertambah jumlahnya dari waktu ke waktu, sementara tidak seluruhnya solusi permasalahan ditemukan dalam Al-Quran, As Sunnah maupun perkataan sahabat. Sehingga dilakukan jalan ijtihad sendiri, termasuk melakukan qiyas (analogi) sebagai syara’ (hukum Islam). Sehingga seiring perkembangan waktu pun banyak terjadi perbedaan madzhab. Madzhab adalah cara yang ditempuh atau jalan yang diikuti. Embriio dari perbedaanm adzhab ini adalah karena terjadi perbedaan cara pandang dan analisis terhadap nash (teks), walaupun semua mempunyai dasar yang sama yaitu Al-Qur’an dan As Sunnah. Namun perbedaan tersebut dianggap wajar oleh para ulama fiqih. Karena berbagai faktor yang mempengaruhinya, diantaranya faktor intuisi, interaksi sosial budaya dan faktor adaptasi perkembangan jaman. Madzhab dalam hukum islam pun semakin bermunculan. Sebagai contoh ada madzhab sunni yang terdiri dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Sedangkan madzhab syi’a terdiri dari madzhab Zaidi dan Jarani yang semua itu perlu untuk kita ketahui sebagai pertimbangan dalam kita melaksanakan keislaman.
Dalam makalah ini kami bermaksud menuliskan 4 macam madzhab tersebut, yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali serta metode fiqhnya.




B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah yang dimaksud dengan Madzha,  penyebabnya, tujuan, macam-macam Madzhab?
2.      Bagaimanakah biografi dari Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali ?
3.      Bagaimanakah metode fiqh dari Hambali, Maliki, Syafi’i, dan Hambali ?


C.    TUJUAN MASALAH
1.      Untuk mengetahui pengertian, penyebab, tujuan, serta macam-macam Mazhab.
2.      Untuk mengetahui bagaimanakah biografi dari Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.
3.      Untuk mengetahui bagaimanakah metode fiqh dari Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Madzhab

1.      Pengertin Mazhab

                        Kata madzhab berasal dari bahasa Arab yaitu isim makan (kata benda keterangan tempat) dari akar kata dzahab (pergi). Jadi, mazhab itu secara bahasa artinya, “tempat pergi”, yaitu jalan (ath-tharîq).Secara terminologis pengertian madzhab menurut Huzaemah Tahido Yanggo, adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam mujtahid dalam memecahkan masalah atau mengistinbatkan hukum Islam. Sedangkan menurut istilah ushul fiqih, madzhab adalah kumpulan pendapat mujtahid yang berupa hukum-hukum Islam, yang digali dari dalil-dalil syariat yang rinci serta berbagai kaidah (qawa’id) dan landasan (ushul) yang mendasari pendapat tersebut, yang saling terkait satu sama lain sehingga menjadi satu kesatuan yang.

                 Sehingga dapat disimpulkan pengertian madzhab menurut istilah dalam kalangan umat Islam ialah sejumlah dari fatwa-fatwa dan pendapat-pendapat seorang alim besar di dalam urusan agama, baik ibadah maupun lainnya.
Ada empat madzhab yang masih bertahan sampai sekarang yakni:
a.    Bermula dengan Imam Abu Hanifah (Madzhab Hanafi). Pada zaman Bani  Umaiyah heboh dalam berdebat dan menentang paham Muktazilah.
b.    Kemudian Imam Malik bin Anas (Mazhab Maliki). Mengarang kitab Muwatta', kitab yang mengandung hadist-hadist dan hukum.
c.    Diikuti dengan Imam Muhammad bin Idris As Syafie (Madzhab Syafi’i). Mengarang kitab Ar Risalah dalam bidang Usul Fiqh Kitab Al Um dalam bidang Fiqah Pada zaman Bani Abbasiyah semasa pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid.
d.    Terakhir Imam Ahmad bin Hambal (Madzhab Hambali). Menentang golongan Muktazilah, seorang al Hakim dalam gelaran ahli hadis kerana menghafal lebih 700 000 hadis. Mempunyai anak murid yang hebat seperti Imam Bukhari.


2.    Penyebab munculnya madzhab
a.    Telah meninggalnya Rasulullah SAW dan banyak perbedaan argumentasi mengenai penyelesaian masalah-masalah baru.
b.    Meluasnya daerah kekuasaan Islam, mencakup wilayah-wilayah di Semenanjung Arab, Irak, Mesir, Syam, Persia, dan lain-lain.
c.    Pergaulan bangsa Muslimin dengan bangsa yang ditaklukkannya, mereka berbaur dengan budaya, adat-istiadat, serta tradisi bangsa tersebut.
d.    Akibat jauhnya Negara-negara yang ditaklukkan dari pemerintahan Islam, membuat para Gubernur, Qadi (hakim) dan para Ulama harus melakukan ijtihad guna memberikan jawaban terhadap permasalahan dan masalah-masalah baru yang harus dihadapi.


3.      Tujuan munculnya madzhab
            Tujuan madzhab-madzhab Islam ialah memudahkan umat Islam mencapai ketaatan kepada Allah melalui Al-Qur’an dan As Sunnah. Setiap ajaran madzhab adalah berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah. Oleh karena itu, mengikuti madzhab berarti mengikuti Al-Qur’an dan As Sunnah.


4.      Macam-macam madzhab
§      Sunni/Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah
Adalah kumpulan dari orang-orang yang menganut sunnah Nabi Muhammad SAW seperti yang sudah dilakukan oleh kelompok para sahabat di masa lalu.
§      Ahl Al-Ra’yu
Yang sifatnya membatasi diri dengan sekedar yang ada di dalam nash. Kelompok ini dikenal pula dengan Madzhab Hanafi.
§      Ahl Al-Hadist
Yang sifatnya menyelami keadaan masyarakat dan meneliti illat-illat hukum. Madzhab-madzhab terdiri atas: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.[1]


B.     Biografi Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali
1)      Biografi singkat Imam Abu Hanifah (80-150 H/699-767 M)
            Imam Abu Hanifah, pendiri madzhab Hanafi, adalah Abu Hanifah An-Nukman bin Tsabit bin Zufi At-Tamimi. Beliau masih mempunyai pertalian hibungan kekeluargaan dengan Imam Ali bin Abi Thalib ra. Imam Ali bahkan pernah berdoa bagi Tsabit ini, yakni agar Allah memberkahi keturunannya. Tak heran, jika kemudian dari keturunan Tsabit ini, mencul seorang ulama besar seperti Abu Hanifah.
            Dilahirkan di Kufah pada tahun 150 H /699 M, pada masa pemerintahan Al-Qalid bin Abdul Malik, Abu Hanifah selanjutnya menghabiskan masa kecil dan tumbuh menjadi dewasa disana. Sejak masih kanak-kanak, beliau telah mengkaji dan menghafal Al-Qura’an. Belau dengan tekun senantiasa mengelang-ulang bacaannya, sehingga ayat-ayat suci tersebut tetap terjaga dengan baik dalam ingatannya, sekaligus menjadikan beliau lebih mendalami makna yang dikandung ayat-ayat tersebut. Dalam hal memperdalam pengetahuannya tentang Al-Qur’an beliau sempat berguru kepada Imam Asin, seorang ulama terkenan pada masa itu.[2]
            Selain memperdalam Al-Qur’an, beliau juga aktif mempelajari ilmu fiqh. Dalam hal ini kalangan sahabat rasul, diantaranya kepada Anas bin Malik, Abdullah bin Aufa dan Abu Tufail Amir, dan lain sebagainnya. Dari mereka, beliau juga mendalami ilmu hadits.
            Keluarga Abu Hanifah sebenarnya analah keluarga pedagang. Beliau sendiri sempat terlibat dalam usaha perdagangan, namun hanya sebentar sebelum beliau memusatkan perhatian pada soal-soal keilmuan.
             Beliau juga dikenal sebagai orang  yang sangat tekun dalam mampelajari ilmu. Sebagai gambaran, beliau pernah belajar fiqh kepada ulama yang paling terpandang pada masa itu, yakni Humad bin Abu Sulaiman, tidak kurang dari 18 tahun lamanya. Setelah wafat gurunya, Imam Hanifah kemudian mulai mengajar dibanyak majelis ilmu di Kufah.
            10 tahun sepeninggal gurunya, yakni pada tahun 130 H. Imam Abu Hanifah pergi meninggalkan Kufah menuju Mekkah. Beliau tinggal beberapa tahun lamannya disana, dan ditempat itu pula beliau bertemu dengan salah seorang murid Abdullah bin Abbas ra.
            Semasa hidupnya, Imam Abu Hanifah dikenal sebagai seorang yang sangat dalam ilmunya, ahli zuhud, sangat tawadhu’ , dan sangat teguh memegang ajaran agama. Beliau tidak tertarik kepada jabatan-jabatan resmi kenegaraan, sehingga beliau pernah menolak tawaran sebagai hakim (Qadhi) yang ditawarkan oleh  Al-Mansur. Konon, karena penolakannya itu kemudian beliau di penjarakan hingga akhir hayatnya.
            Imam Abu Hanifah wafat pada tahun 150 H/767 M, pada usia 70 tahun. Beliau dimakamkan dipekuburan Khizra. pada tahun 450 H/1066 M, didirikanlah sebuah sekolah yang diberi nama Jami’ Abu Hanifah.
            Sepeninggal beliau, ajaran dan ilmunya tetap tersebar melalui murid-muridnya yang cukup banyak. Di antara murid-murid Abu Hanifah yang terkenal adalah Abu Yusuf, Abdullah bin Mubarak, Waki’ bin Jarah Ibn Hasan Al-Syaibani, dan lain-lain. Sedng diantara kitab-kitab Imam Abu Hanifah adalah: Al-Musuan (kitab hadits, dikumpulkan oleh muridnya), Al-Makharij (buku ini dinisbahkan kepada Imam Abu Hanifah, diriwayatkan oleh Abu Yusuf), dan fiqh Akbar (kitab fiqh yang lengkap).[3]



2) Biografi Imam Malik Bin Annas (93-179 H/712-795 M)
            Imam Malik bin Anas, pendiri madzhab Maliki, dilahirkan di Madinnah, pada tahun 93 H. Beliau berasal dari Kablah Yamniah. Sejak kecil beliau telah rajin menghadiri mejelis-majelis ilmu pengetahuan, sehingga sejak kecil itu pula beliau telah hafal Al-Qur’an. Tak kurang dari itu, ibundanya sendiri yang mendorong Imam Malik untuk senantiasa giat menuntut ilmu.
            Pada mulanya beliau belajar dari Ribiah, seorang ulam ayang sangat tekenal pada waktu itu. Selain itu, juga memperdalam hadits kepada Ibn shihab, disamping juga mempelajari ilmu fiqh dari para sahabat.
            Karena ketekunan dan kecerdasannya, Imam Malik tumbuk sebagai seorang ulama yang terkemuka, terutama dalam bidang ilmu hadits dan fiqh. Bukti atas hal itu, adalah ucapan Al-Dahlami ketika dia berkata :”Malik adalah orang yang paling ahli dalam bidang hadist di Madinah, yang paling mengetahui tentang keputusan-keputusan Umar, yang paling mengerti tentang pendapat-pendapat Abdullah bin Umar, Aisyah ra, dan sahabat-sahabat mereka, atas dasar itulah dia memberi fatwa. Apabila diajukan kepada suatu masalah, dia menjelaskan dan memberi fatwa”.
            Setelah mencapai tingkat yang tinggi dalam bidang ilmu itulah, Imam Malik mulai mengajar, karena beliau merasa memiliki kewajiban untuk membagi pengetahuannya kepada orang lain yang membutuhkan.
            Meski begitu, beliau dikenal sangat berhati-hati dalam memberi fatwa. Beliau tak lupa untuk terlebih dahulu meneliti hadits-hadits Rasullah SAW, dan bermusyawarah dengan ulama lain, sebelum kemudian memberikan fatwa atas suatu masalah. Diriwayatkan, bahwa beliau mempunyai 70 orang yang biasa diajak bermusyawarah untuk mengeluarkan suatu fatwa.
            Imam Malik dikenal mempunyai daya ingat yang sangat kuat. Pernah, beliau mendengar 31 hadits dari Ibn Syihab tanpa menulisnya. Dan ketika kapadanya diminta mengulangi seluruh hadits tersebut, tak satupun dilupakannya. Imam Malik benar-benar mengasah ketajaman daya ingatnya, terlebih lagi karena pada masa itu masih belum terdapat suatu kumpulan hadits secara tertulis. Karenannya karunia tersebut sangat menunjang beliau dalam menuntut ilmu.
            Selain itu, beliau dikenal sangat ikhlas dalam melakukan sesuatu. Sifat inilah kiranya yang memberi kemudahan kepada beliau  didalam mengkaji ilmu pengetahuan. Beliau sendiri pernah berkata:”ilmu itu adalah cahaya; ia akan mudah dicapai denga hati yang takwa dan khusyu”. Beliau juga menasehatkan untuk menghindari keraguan, ketika beliau berkata:”sebaik-baik pekerjaan adalah yang jelas. Jika beliau menghadapi 2 hal, yang salah satunya meragukan, maka kerjakanlah yang lebih meyakinkan menurutmu”.
            Karena sifat ikhlasnya yang besar itulah, maka Imam Malik tampak enggan memberi fatwa yang berhubungan dengan soal hukuman. Seorang muridnya, Ibnu Wahab, berkata:saya mendengar Imam Malik (jika ditanya mengenai hukuman), beliau berkata : ini adalah urusan pemerintahan.”Imam Syafi’i sendiri pernah berkata :” ketika aku tiba di Madinah, aku bertemu dengan Imam Malik, ketika mendengar suaraku, beliau memandang diriku beberapa saat, kemudian bertanya :siapa namamu? Akupun menjawab: Muhammah! Dia berkata lagi: wahai Muhammah, bertaqwalah kepada Allah, jauhilah maksiat karena ia akan membebani mu terus, hari demi hari”.
            Tak pelak, Imam Malik adalah seorang ulama yang sangat terkemuka, terutama dalam ilmu hadist dan fiqh. Beliau mencapai tingkat yang sangat tinggi dalam kedua cabang ilmu tersebut. Imam Malik bahkan telah menulis kitab Al-Muwaththa’, yang merupakan kitab hadist dan fiqh.
            Imam Malik meninggal dunia pada usia 86 tahun. Namun demikian, madzhab maliki tersebar luas dan dianut banyak bagian diseluruh penjuru dunia.[4]

3) Biografi Imam Syafi’i (150-204 H/769-820 M)[5]
            Imam Syafi’i, yang dikenal sebagai pendiri madzhab syafi’i adalah:Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i Al-Quraisyi. Beliau dilahirkan di Ghazzah, pada tahun 150 H/769 M, bertepatan dengan wafatnya Imam Abu Hanifah.
            Meski dibesarkan dalam keadaan yatim dan dalam satu keluarga yang miskin, tidak menjadikan beliau merasa rendah diri, apalagi malas. Sebaliknya, beliau bahkan giat mempelajari hadist dari ulama-ulam hadist yang banyak terdapat di Mekkah. Pada usianya yang masih kecil, beliau juga telah hafal Al-Qur’an.
            Pada usianya yan ke-20, beliau meninggalkan mekkah mempelajari ilmu fiqh dari Imam Malik. Merasa masih harus mempardalam pengetahuannya, beliau kemudian pergi ke Iraq, sekali lagi mempelajari fiqh, dari murid Imam Abu Hanifah yang masih ada. Dalam perantauannya tersebut, beliau juga sempat mengujungi Persia dan beberapa tempat lain.
            Setelah wafat Imam Malik (179 H), beliau kemudian pergi ke Yaman, menetap dan mengajarkan ilmu di sana, bersama Harun Al-Rasyid, yang telah mendengar tentang kehebatan beliau, kemudian meminda beliau untuk datang ke Baghdad. Imam Syafi’i memenuhi undangan tersebut. Sejak saat itu beliau dikenal secara lebih luas, dan banyak orang belajar kepadanya. Pada waktu itu mazhab beliau mulai dikenal.
            Tak lama setelah itu, Imam Syafi’i kembali ke Mekkah dan mengajar rombongan jamaah haji yan datang dari berbagai penjuru. Melalui mereka inilah , mazhab Syafi’i menjadi tersebar luas kepenjuru dunia.
            Pada tahun 198 H, beliau pergi ke negeri Mesir. Beliau mengajar di Masjid Amru bin As. Beliau juga menulis kitab Al-Um, Amali Kubra, Kitab Risalah, dan Ushul Al-Fiqh, dan memperkenalkan Waul Jadid sebagai mazhab baru. Adapun dalam hal menyusun kitab Ushul Fiqh, Imam Syafi’i dikenal sebagai orang pertama yang mempelopori penulisan dalam bidang tersebut.
            Di Mesir inilah akhirnya Imam Syafi’i wafat, setelah menyabarkan ilmu dan manfaat kepada banyak orang. Kitab-kitab beliau hingga kini masih dibaca orang, dan makam beliau di Mesir sampai detik ini masih ramai di ziarahi orang. Sedang murid-murid beliau yang terkenal, diantaranya adalah: Muhammah bin Abdullah bin Al-Hakam, Abu Ibrahim bin Ismail bin Yahya Al-Muzani, Abu Ya’qub Yusuf bin Yahya Al-Buwaiti dan lain sebagainya.[6]

4) Biografi singkat Imam Ahmad Hambali (164-241 H/780-855 M)


[1] Haryono Nanang,ibadahmakalah mazdhab-madzhab (dikutip dari: http://nananghariyono.blogspot.co.id/2013/01/sem-3-ibadah-makalah-madzhab-madzhab.html diakses pada hari selasa tanggal 04 april 2017 pukul 18:30 WIB )
[2] Muhammad Jawad Mughniyah,fiqih lima mamazhab,hal. xxv
[3] Ibid., hal.xxvi
[4] Muhammad Jawad Mughniyah,  fiqih lima mazhab, (Jakarta: lentera, 2004), xxvii-xxviii.
[5] Mughniyah,op.cit.,xxix.
[6] Muhammad Jawad Mughniyah,  fiqih lima mazhab, (Jakarta: lentera, 2004), xxix-xxx.




Imam Ahmad Hambali adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal Al-Syaibani. Beliau dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabiul Awal tahun 164 H (780 M ).
            Ahmah bin Hambal dibesarkan dalam keadaan yatim oleh ibunya, karena ayahnya meninggal ketika beliau masih bayi. Sejak kecil meliau telah menunjukkan sifat dan pribadi yang mulia, sehingga menarik simpati banyak orang. Dan sejak kecil itu pula beliau telah menunjukkan minat yang besar kepada ilmu pengatahuan, kebetulan pada saat itu di Baghdad merupakan kota pusat ilmu pengetahuan. Beliau memulai dengan belajar Arab, Hadits, sejarah Nabi, dan sejarah sahabat serta para tabi’in.
            Untuk memperdalam ilmu, beliau pergi ke Basrah untuk beberapa kali, di sanalah beliau bertemu dengan Imam Syafi’i. Beliau juga pergi menuntut ilmu ke Yaman dan Mesir. Di antaranya guru beliau yang lain adalah Yusuf Al-Hasan bin Ziad, Husyaim, Umair, Ibn Humam adn Ibn Abbas. Imam Ahmad bin Hambal banyak mempelajari dan meriwayatkan hadits, dan beliau tidak mengambil hadits, kecuali hadits yang sudah jelas shahihnya. Oleh karena itu, akhirnya beliau berhasil mengarang kitab hadits, yang terkenal dengan nama Musnad Ahmad Hambali. Beliau mulai mengajar  ketika berusia 40 tahun.
            Pada masa pemerintahan Al-Muktasin-Khalifah Abbasiyah beliau sempat di penjara, karena sependapat dengan opini yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Beliau dibebaskan pada masa Khalifah Al-Muttawakil.
            Imam Ahmad Hambali wafat di Baghdad pada usia 77 tahun, atau tepatnya pada tahun 241 H (855 M) Pada masa pemerintahan Khalifah Al-wathiq. Sepeninggal beliau, madzhab Hambali berkembang luas dan menjadi salah satu madzhab yang memiliki banyak penganut.[1]





A.    Metode fiqh dari Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali
*      Metode Fiqh Madzhab Hanafi

            Adapun metodenya dalam Fiqh sebagaimana perkataan beliau sendiri: “Saya mengambil dari Kitabullah jika ada, jika tidak saya temukan saya mengambil dari Sunnah dan Atsar dari Rasulullah saw yang shahih dan saya yakini kebenarannya, jika tidak saya temukan di dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw, saya cari perkataan Sahabat, saya ambil yang saya butuhkan dan saya tinggalkan yang tidak saya butuhkan, kemudian saya tidak akan mencari yang di luar perkataan mereka, jika permasalahan berujung pada Ibrahim, Sya’bi, al-Hasan, Ibnu Sirin dan Sa’id bin Musayyib (karena beliau menganggap mereka adalah mujtahid) maka saya akan berijtihad sebagaimana mereka berijtihad”.
            Metode yang dipakainya itu jika kita rincikan maka ada 7 Ushul Istinbath yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah:
1.    Al-Qur’an, Abu Hanifah memandang Al-Qur’an sebagai sumber pertama pengambilan hukum sebagaimana imam-imam lainnya. Hanya saja beliau berbeda dengan sebagian mereka dalam menjelaskan maksud (dilalah) Al-Qur’an tersebut, seperti dalam masalah mafhum mukhalafah.
2.    Sunnah/Hadits, Imam Abu Hanifah juga memandang Sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an sebagaimana imam-mam yang lain. Yang berbeda adalah beliau menetapkan syarat-syarat khusus dalam penrimaan sebuah hadits (mungkin bisa dilihat di Ushul Fiqh), yang memperlihatkan bahwa Abu Hanifah bukan saja menilai sebuah hadits dari sisi Sanad (perawi), tapi juga meneliti dari sisi Matan (isi) hadits dengan membandingkannya dengan hadits-hadits lain dan kaidah-kaidah umum yang telah baku dan disepakati.
3.    Perkataan Shahabah, metode beliau adalah jika terdapat banyak perkataan Shahabah, maka beliau mengambil yang sesuai dengan ijtihadnya tanpa harus keluar dari perkataan Shahabah yang ada itu, dan jika ada beberapa pendapat dari kalangan Tabi’in beliau lebih cenderung berijtihad sendiri.
4.    Qiyas, adalah menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.
Beliau menggunakannya jika mendapatkan permasalahan yang tidak ada nash yang menunjukkan solusi permasalahan tersebut secara langsung atau tidak langsung (dilalah isyarah atau thadhammuniyah). Disinilah nampak kelebihan Imam Abu Hanifah dalam mencari sebab (ilat) hukum.
5.    Istihsan, adalah mengikuti yang lebih baik karena lebih tepat atau menganggap baik terhadap sesuatu.
Dibandingkan imam-imam yang lain, Imam Abu Hanifah adalah orang yang paling sering menggunakan istihsan dalam menetapkan hukum.
6.    Ijma’, adalah kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi.
Imam Abu Hanifah mengambil Ijma’ secara mutlak tanpa memilah-milih, namun setelah meneliti kebenaran terjadinya Ijma’ tersebut
7.   Urf
Adalah sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu  masyarakat karena telah menjadi
kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan atau perkataan.
Dalam masalah ini Imam Abu Hanifah juga termasuk orang yang banyak memakai ‘urf dalam masalah-masalah furu’ (pemahaman) Fiqh, terutama dalam masalah sumpah (yamin), lafaz talak, pembebasan budak, akad dan syarat.

Kitab-Kitab Imam Hanafi

1.    Kitab "Al-Faraid" (Harta Pusaka)
Ø  Daerah-Daerah Penganut Madzhab Hanafi
Mazhab Hanafi mulai tumbuh di Kufah (Irak), kemudian tersebar ke negara-negara Islam bagian Timur. Dan sekarang ini mazdhab Hanafi merupakan madzhab resmi di Mesir, Turki, Syiria dan Libanon.

Dan madzhab ini dianut sebagian besar penduduk Afganistan, Pakistan, Turkistan, Muslimin India dan Tiongkok.

*      Metode Fiqh Madzhab Maliki

1.    Nashul Kitab (ayat  Al Qur’an yang jelas artinya, yang tidak dapat dipalingkan artinya kepada arti yang lain)
2.    Dzaahirul Kitab (umum, ayat  Al Qur’an yang jelas artinya, yang tidak dapat dipalingkan artinya kepada arti yang lain)
3.    Dalilul Kitab (mafhum mukholafah dari suatu ayat Al Qur’an)
4.    Mafhum muwafaqah dari suatu ayat Al Qur’an
5.    Tanbihul Kitab, terhadap illat (sesuatu yang menjadi tujuan ditetapkannya hukum, dengan kata lain ‘illat merupakan pemicu/dasar/latar belakang disyari’atkannya hukum)
6.    Nash-nash Sunnah (matan hadist yang jelas artinya yang tidak dapat dipalingkan artinya kepada arti yang lain)
7.    Dzahirus Sunnah (matan hadits yang dapat ditakwilkan artinya, pemalingan suatu lafadz dari maknanya yang dzahir kepada maknanya yang lain karena adanya dalil yang menunjukkan bahwa makna itulaah yang dikehendaki oleh lafadz tersebut.)
8.    Dalilus Sunnah (mafhum mukholafah dari suatu matan hadits, pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun Nafi (meniadakkan)
9.    Mafhum Sunnah (mafhum muwafaqoh dari suatu matan hadits, Penunjukkan lafadz atas  berlakunya hukum dari masalah yang disebutkan (manthuq) bagi masalah yang tidak disebutkan (maskut) dan penyesuaiannya baik secara tidak pasti (nafy) atau tidak pasti (itsbat) bagi pelibatan keduanya atas makna dan dapat diketahui dengan hanya memahami bahasa)
10.    Tanbihus Sunnah
11.    Ijma’
12.    Qiyas, selama beliau tidak menemukan hadist (meskipun mursal) atau tidak menemukan fatwa sahabat Nabi SAW
13.    Amalu Ahlil Madinah, praktek hukum dari suatu masalah yang dilakukan oleh ulama’ madinah
14.    Qaul Shahabi, pendapat atau fatwa para shahabat nabi SAW, tentang suatu kasus yang belum dijelaskan hukumnya secara tegas didalam al-quran dan sunnah
15.    Istihsan
16.    Muraa’atul Khilaaf
17.    Saddud Dzaraa’i

Al-Quran, As-Sunnah (dengan lima rincian dari masing-masing Al-Quran dan As Sunnah; tekstualitas, pemahaman zhahir, lafaz umum, mafhum mukhalafah, mafhum muwafakah, tanbih alal illah), Ijma’, Qiyas, amal ahlul madinah (perbuatan penduduk Madinah), perkataan sahabat, istihsan, saddudzarai’, muraatul khilaf, istishab, maslahah mursalah, syar'u man qablana (syariat nabi terdahulu).Mazhab ini adalah ke balikan dari mazhan Al-Hanafiyah. Kalau Al-Hanafiyah banyak sekali mengandalkan nalar dan logika, karena kurang tersedianya nash-nash yang valid di Kufah, mazhab Maliki justru 'kebanjiran' sumber-sumber syariah. Sebab madzhab ini tumbuh dan berkembang di kota Nabi SAW sendiri, di manapenduduknya adalah anak keturunan para shahabat. Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Rasulullah SAW bisa dijadikan dasar hukum, meski tanpa harus merujuk kepada hadits yang shahih para umumnya.

Kitab-Kitab Imam Maliki
Karya-karya dari Imam Maliki di antaranya:
1.    Kitab Muwaththa, kitab yang termasyhur merupakan kitab yang mengandung hadist-hadist dan hukum.
2.    Kitab Mudawanah Al-Qubra, yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Malik atas berbagai persoalan.

Daerah-Daerah Yang Menganut Madzhab Maliki
Awal mulanya tersebar di daerah Madinah, kemudian tersebar sampai saat ini di Marokko, Aljazair, Tunisi, Libia, Bahrain, dan Kuwait

            .





*      Metode Fiqh Madzhab Syafi’i

1.    Al-Quran, tafsir secara lahiriah, selama tidak ada yang menegaskan bahwa yang dimaksud bukan arti lahiriahnya. Imam Syafi'i pertama sekali selalu mencari alasannya dari Al-Qur'an dalam menetapkan hukum Islam.
2.    As Sunnah, beliau tidak hanya mengambil hadits mutawatir saja (sunnah yang diriwayatkan dari rasulullah oleh sekelompok perawi yang menurut kebiasaan, masing-masing tidak mungkin sepakat untuk berbohong, karena jumlah mereka yang bayak, kejujuran dan perbedaan pandangan serta lingkunggan mereka) tetapi hadits-hadits ahad juga beliau pakai untuk dalil. Dari Rasulullah SAW kemudian digunakan jika tidak ditemukan rujukan dari Al-Quran. Imam Syafi'i sangat kuat pembelaannya terhadap sunnah sehingga dijuluki Nashir As-Sunnah (pembela Sunnah Nabi).
3.    Al-Ijma' atau kesepakatan para Sahabat Nabi, yang tidak terdapat perbedaan pendapat dalam suatu masalah. Ijma' yang diterima Imam Syafi'i sebagai landasan hukum adalah ijma' para sahabat, bukan kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu hukum, karena menurutnya hal seperti ini tidak mungkin terjadi.
4.    Al-Qiyas yang dalam Ar-Risalah disebut sebagai ijtihad, apabila dalam ijma' tidak juga ditemukan hukumnya. Akan tetapi Imam Syafi'i menolak dasar istihsan dan istislah sebagai salah satu cara menetapkan hukum Islam.
5.    Istidlal, mencari alasan berdasarkan atas kaidah-kaidah agama meskipun dari agama ahli kitab (Yahudi dan Nasrani).

Kitab-Kitab Imam Syafi’i
Kitab-kitab Imam Syafi’i baik yang ditulisnya sendiri ataupun didiktekan kepada muridnya maupun yang dinisbahkan kepadanya antara lain sebagai berikut:
1.    Kitab al-Risalah, tentang ushul fiqh.
2.    Kitab al-Umm, sebuah kitab fiqh yang didalamnya dihubungkan pula sejumlah kitabnya.
3.    Kitab al-Musnad, berisi hadist-hadist yang terdapat dalam kitab al-Umm yang dilengkapi dengan sanad-sanadnya.
4.    Al-Imla’
5.    Al-Amaliy
6.    Harmalah (dinisbahkan pada muridnya yang bernama Harmalah ibn Yahya).
7.   Mukhtashar al-Muzaniy (dinisbahkan kepada Imam Syafi’i).
8.   Mukhtashar al-Buwaithiy (dinisbahkan kepada Imam Syafi’i).
9.   Kitab Ikhtilaf al-Hadist (penjelasan Imam Syafi’i tentang hadist-hadist Nabi SAW).

Daerah-Daerah Yang Menganut Madzhab Syafi'i
            Madzhab Syafi'i sampai sekarang dianut oleh umat Islam di: Libia, Mesir, Indonesia, Pilipina, Malaysia, Somalia, Arabia Selatan, Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Irak, Hijaz, Pakistan, India, Jazirah Indo China, Sunni-Rusia dan Yaman.


*      Metode madzhab Hambali
1.    Al-Qur’an atau As Sunnah
Yaitu apabila beliau menemukan nash baik dari Al-Qur’an maupun hadist beliau tidak lagi memperhatikan dalil-dalil yang lain dan tidak pula memperhatikan pendapat-pendapat para sahabat.
2.    Fatwa sebagian sahabat, yaitu jika beliau tidak mendapatkan nash maka beliau berpegang teguh pada fatwa sahaby jika fatwa tersebut tidak ada yang menantangnya.
3.    Pendapat sebagian sahabat, beliau memandang pendapat sebagian sahabat sebagai dalil hukum. Jika terdapat beberapa pendapat dalam suatu masalah maka beliau mengambil pendapat yang lebih dekat kepada Kitab dan Sunnah.
4.    Hadist mursal atau hadist dhoif, yakni Hadits yang dimarfu’kan (diangkat) oleh seorang tabi’in kepada Rasulullah saw, baik berupa sabda, perbuatan dan taqrir, baik itu tabi’in kecil ataupun besar. Hal ini dipakai jika hadis tersebut tidak berlawanan dengan suatu atsar atau pendapat seorang sahabat.
5.    Qiyas, jika beliau tidak memperoleh sesuatu dasar diantara yang tersebut di atas maka dipergunakanlah qiyas.





Kitab-Kitab Imam Hambali
Kitab-kitab Imam Hambali selain seorang ahli mengajar dan ahli mendidik, ia juga`seorang pengarang. Beliau mempunyai beberapa kitab yang telah disusun dan direncanakannya, yang isinya sangat berharga bagi masyarakat umat yang hidup sesudahnya. Di antara kitab-kitabnya adalah sebagai berikut:
1.    Kitab Al-Musnad.
2.    Kitab Tafsir al-Qur’an.
3.    Kitab al-Nasikh wa al-Mansukh.
4.    Kitab al-Muqqodam wa al-Muakhkar fi al-Qur’an.
5.    Kitab Jawabul al-Qur’an
6.    Kitab al-Tarikh
7.    Kitab Manasiku al-Kabir
8.    Kitab Manasiku al-Shagir
9.    Kitab Tha’atu al-Rasul
10.    Kitab al-‘illah
11.    Kitab al-Shalah

 Daerah Yang Menganut Madzhab Hambali
            Awal perkembangannya, madzhab Hambali berkembang di Bagdad, Irak dan Mesir dalam waktu yang sangat lama. Kemudian Libia, Mesir, Indonesia, Saudi, Arabia, Palestina, Syria, Irak, Jazirah Arab.
            Pada abad XII mazhab Hambali berkembang terutama pada masa pemerintahan Raja Abdul Aziz As Su'udi. Dan masa sekarang ini menjadi mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh Jazirah Arab, Palestina, Syria dan Irak.[2]






BAB III
PENUTUP

1.      KESIMPULAN

            Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa madzhab adalah  pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam mujtahid dalam memecahkan masalah atau mengistinbatkan hukum Islam.
            Ada empat madzhab yang masih bertahan sampai sekarang yakni:
a.    Bermula dengan Imam Abu Hanifah (Madzhab Hanafi).
b.    Kemudian Imam Malik bin Anas (Mazhab Maliki).
c.    Diikuti dengan Imam Muhammad bin Idris As Syafie (Madzhab Syafi’i). d.    Terakhir Imam Ahmad bin Hambal (Madzhab Hambali).

            Tujuan madzhab-madzhab Islam ialah memudahkan umat Islam mencapai ketaatan kepada Allah melalui Al-Qur’an dan As Sunnah. Setiap ajaran madzhab adalah berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah. Oleh karena itu, mengikuti madzhab berarti mengikuti Al-Qur’an dan As Sunnah.



2.      SARAN
          Perbedaan adalah hal yang lumrah terjadi mengingat begitu banyaknya dalil-dalil dan hadist-hadist. Serta begitu banyaknya kaum intelektual Islam (Mujtahid). Akan tetapi dalam menyikapi perbedaan ini kita sebagai kaum akademisi harus mampu menengahi masyarakat dalam perbedaan pendapat ini. Jangan sampai perbedaaan masalah kecil menjadi penyebab perpecahan umat.





DAFTAR PUSTAKA

Nanang Haryono.2013.Ibadah Makalah Madzhab-Madzhab. Didownload dari http://nananghariyono.blogspot.co.id/2013/01/sem-3-ibadah-makalah-madzhab-madzhab.html. diakses pada tanggal 04 april 2017, pada pukul 19:16 WIB.
Muhammad Jawad Mughniyah.2004.Fiqih Lima Mazhab.Jakarta: Lentera.




[1] Mughniyah,op.cit., xxxi-xxxii.
[2] Haryono Nanang,ibadahmakalah mazdhab-madzhab (dikutip dari: http://nananghariyono.blogspot.co.id/2013/01/sem-3-ibadah-makalah-madzhab-madzhab.html diakses pada hari selasa tanggal 04 april 2017 pukul 18:30 WIB )







No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Laporan Magang Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung Tahun 2020

  LAPORAN MAGANG DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDAR LAMPUNG   Disusun oleh : TESSA MILTASARI              1651010443       ...