MAKALAH
FIQH DAN USHUL FIQH
MAZHAB
HANAFI, MALIKI, SYAFI’I DAN HAMBALI
Dosen
mata kuliah: Indah Dian Sari,S.H.I.,M.H.I.
KELAS
F
Disusun
Oleh kelompok 3:
Tessa
Miltasari 1651010443
Dirmansyah
1651010452
Shopia
Ananda 1651010453
PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN
INTAN LAMPUNG
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan nama
Allah yang maha Pengasih lagi maha Penyayang. Puji syukur penulis panjatkan
kepada-Nya, serta salawat dan salam penulis persembahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul “MAZHAB
HANAFI, MALIKI, SYAFI’I DAN HAMBALI”.
Uraian
setiap topik dalam tulisan ini penulis sajikan dengan materi-materi yang menerangkan
tentang konsep-konsep yang terdapat dalam Fiqh Islam. Sedang untuk penelusuran
yang lebih jauh dan mendalam pembaca dapat mengadakan kajian pada buku atau
kitab lainnya yang dianggap relevan dengan topik bahasan ini.
Akhir kata
kami mengucapkan terimakasih, mudah-mudahan makalah ini dapat sedikit menambah
wawasan dan berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum
Wr. Wb.
Bandar Lampung, 7 April 2017
Kelompok 3
DAFTAR ISI
JUDUL..............................................................................................................................I
KATA
PENGANTAR......................................................................................................II
DAFTAR
ISI....................................................................................................................III
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
masalah.....................................................................................1
B. Rumusan
masalah..............................................................................................2
C. Tujuan
masalah..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
madzhab..................................... ....................................................3
B. Biografi
Hanafi, Maliki, Syafi’i,dan Hambali..................................................5
C. Metode
fiqh dari Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali..................................11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................18
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................................19
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam
pada masa Rasulullah SAW masih hidup apabila terdapat kekurangan paham terhadap
suatu hukum, para sahabat langsung menanyakan kepada Rasulullah SAW, sehingga
bisa cepat terselesaikan. Kemudian sepeninggalan Rasulullah SAW, para sahabat
menggunakan pengalaman yang diperoleh dari perkataan, perbuatan dan kebiasaan
beliau ketika masih hidup. Ketika sampai kepada masa tahap ini mereka berpegang
kepada Al-Qur’an, As Sunnah dan kepada perkataan sahabat. Seiring perkembangan
jaman persoalan semakin bertambah jumlahnya dari waktu ke waktu, sementara
tidak seluruhnya solusi permasalahan ditemukan dalam Al-Quran, As Sunnah maupun
perkataan sahabat. Sehingga dilakukan jalan ijtihad sendiri, termasuk melakukan
qiyas (analogi) sebagai syara’ (hukum Islam). Sehingga seiring perkembangan
waktu pun banyak terjadi perbedaan madzhab. Madzhab adalah cara yang ditempuh
atau jalan yang diikuti. Embriio dari perbedaanm adzhab ini adalah karena
terjadi perbedaan cara pandang dan analisis terhadap nash (teks), walaupun
semua mempunyai dasar yang sama yaitu Al-Qur’an dan As Sunnah. Namun perbedaan
tersebut dianggap wajar oleh para ulama fiqih. Karena berbagai faktor yang
mempengaruhinya, diantaranya faktor intuisi, interaksi sosial budaya dan faktor
adaptasi perkembangan jaman. Madzhab dalam hukum islam pun semakin bermunculan.
Sebagai contoh ada madzhab sunni yang terdiri dari madzhab Hanafi, Maliki,
Syafi’i dan Hambali. Sedangkan madzhab syi’a terdiri dari madzhab Zaidi dan
Jarani yang semua itu perlu untuk kita ketahui sebagai pertimbangan dalam kita
melaksanakan keislaman.
Dalam
makalah ini kami bermaksud menuliskan 4 macam madzhab tersebut, yaitu madzhab
Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali serta metode fiqhnya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apakah
yang dimaksud dengan Madzha, penyebabnya,
tujuan, macam-macam Madzhab?
2. Bagaimanakah
biografi dari Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali ?
3. Bagaimanakah
metode fiqh dari Hambali, Maliki, Syafi’i, dan Hambali ?
C.
TUJUAN
MASALAH
1. Untuk
mengetahui pengertian, penyebab, tujuan, serta macam-macam Mazhab.
2. Untuk
mengetahui bagaimanakah biografi dari Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.
3. Untuk
mengetahui bagaimanakah metode fiqh dari Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Madzhab
1. Pengertin
Mazhab
Kata
madzhab berasal dari bahasa Arab yaitu isim makan (kata benda keterangan
tempat) dari akar kata dzahab (pergi). Jadi, mazhab itu secara bahasa artinya,
“tempat pergi”, yaitu jalan (ath-tharîq).Secara terminologis pengertian madzhab
menurut Huzaemah Tahido Yanggo, adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan
oleh imam mujtahid dalam memecahkan masalah atau mengistinbatkan hukum Islam. Sedangkan
menurut istilah ushul fiqih, madzhab adalah kumpulan pendapat mujtahid yang
berupa hukum-hukum Islam, yang digali dari dalil-dalil syariat yang rinci serta
berbagai kaidah (qawa’id) dan landasan (ushul) yang mendasari pendapat
tersebut, yang saling terkait satu sama lain sehingga menjadi satu kesatuan
yang.
Sehingga dapat disimpulkan pengertian madzhab menurut istilah dalam kalangan umat Islam ialah sejumlah dari fatwa-fatwa dan pendapat-pendapat seorang alim besar di dalam urusan agama, baik ibadah maupun lainnya.
Ada empat madzhab yang
masih bertahan sampai sekarang yakni:
a. Bermula dengan Imam Abu Hanifah (Madzhab Hanafi). Pada zaman Bani Umaiyah heboh dalam berdebat dan menentang paham Muktazilah.
a. Bermula dengan Imam Abu Hanifah (Madzhab Hanafi). Pada zaman Bani Umaiyah heboh dalam berdebat dan menentang paham Muktazilah.
b.
Kemudian Imam Malik bin Anas (Mazhab Maliki). Mengarang kitab Muwatta', kitab
yang mengandung hadist-hadist dan hukum.
c.
Diikuti dengan Imam Muhammad bin Idris As Syafie (Madzhab Syafi’i). Mengarang
kitab Ar Risalah dalam bidang Usul Fiqh Kitab Al Um dalam bidang Fiqah Pada
zaman Bani Abbasiyah semasa pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid.
d. Terakhir Imam Ahmad bin Hambal (Madzhab Hambali). Menentang golongan Muktazilah, seorang al Hakim dalam gelaran ahli hadis kerana menghafal lebih 700 000 hadis. Mempunyai anak murid yang hebat seperti Imam Bukhari.
d. Terakhir Imam Ahmad bin Hambal (Madzhab Hambali). Menentang golongan Muktazilah, seorang al Hakim dalam gelaran ahli hadis kerana menghafal lebih 700 000 hadis. Mempunyai anak murid yang hebat seperti Imam Bukhari.
2. Penyebab
munculnya madzhab
a.
Telah meninggalnya Rasulullah SAW dan banyak perbedaan argumentasi mengenai
penyelesaian masalah-masalah baru.
b.
Meluasnya daerah kekuasaan Islam, mencakup wilayah-wilayah di Semenanjung Arab,
Irak, Mesir, Syam, Persia, dan lain-lain.
c.
Pergaulan bangsa Muslimin dengan bangsa yang ditaklukkannya, mereka berbaur
dengan budaya, adat-istiadat, serta tradisi bangsa tersebut.
d.
Akibat jauhnya Negara-negara yang ditaklukkan dari pemerintahan Islam, membuat
para Gubernur, Qadi (hakim) dan para Ulama harus melakukan ijtihad guna
memberikan jawaban terhadap permasalahan dan masalah-masalah baru yang harus
dihadapi.
3. Tujuan
munculnya madzhab
Tujuan madzhab-madzhab Islam ialah memudahkan umat Islam
mencapai ketaatan kepada Allah melalui Al-Qur’an dan As Sunnah. Setiap ajaran
madzhab adalah berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah. Oleh karena itu, mengikuti
madzhab berarti mengikuti Al-Qur’an dan As Sunnah.
4. Macam-macam
madzhab
§ Sunni/Ahl
al-Sunnah wa al-Jama’ah
Adalah
kumpulan dari orang-orang yang menganut sunnah Nabi Muhammad SAW seperti yang
sudah dilakukan oleh kelompok para sahabat di masa lalu.
§ Ahl
Al-Ra’yu
Yang sifatnya membatasi
diri dengan sekedar yang ada di dalam nash. Kelompok ini dikenal pula dengan
Madzhab Hanafi.
§ Ahl
Al-Hadist
Yang sifatnya menyelami
keadaan masyarakat dan meneliti illat-illat hukum. Madzhab-madzhab terdiri
atas: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.[1]
B.
Biografi
Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali
1) Biografi
singkat Imam Abu Hanifah (80-150 H/699-767 M)
Imam Abu Hanifah, pendiri madzhab Hanafi, adalah Abu
Hanifah An-Nukman bin Tsabit bin Zufi At-Tamimi. Beliau masih mempunyai
pertalian hibungan kekeluargaan dengan Imam Ali bin Abi Thalib ra. Imam Ali
bahkan pernah berdoa bagi Tsabit ini, yakni agar Allah memberkahi keturunannya.
Tak heran, jika kemudian dari keturunan Tsabit ini, mencul seorang ulama besar
seperti Abu Hanifah.
Dilahirkan di Kufah pada tahun 150 H /699 M, pada masa
pemerintahan Al-Qalid bin Abdul Malik, Abu Hanifah selanjutnya menghabiskan
masa kecil dan tumbuh menjadi dewasa disana. Sejak masih kanak-kanak, beliau
telah mengkaji dan menghafal Al-Qura’an. Belau dengan tekun senantiasa
mengelang-ulang bacaannya, sehingga ayat-ayat suci tersebut tetap terjaga
dengan baik dalam ingatannya, sekaligus menjadikan beliau lebih mendalami makna
yang dikandung ayat-ayat tersebut. Dalam hal memperdalam pengetahuannya tentang
Al-Qur’an beliau sempat berguru kepada Imam Asin, seorang ulama terkenan pada
masa itu.[2]
Selain memperdalam Al-Qur’an, beliau juga aktif
mempelajari ilmu fiqh. Dalam hal ini kalangan sahabat rasul, diantaranya kepada
Anas bin Malik, Abdullah bin Aufa dan Abu Tufail Amir, dan lain sebagainnya.
Dari mereka, beliau juga mendalami ilmu hadits.
Keluarga Abu Hanifah sebenarnya analah keluarga pedagang.
Beliau sendiri sempat terlibat dalam usaha perdagangan, namun hanya sebentar
sebelum beliau memusatkan perhatian pada soal-soal keilmuan.
Beliau juga
dikenal sebagai orang yang sangat tekun
dalam mampelajari ilmu. Sebagai gambaran, beliau pernah belajar fiqh kepada
ulama yang paling terpandang pada masa itu, yakni Humad bin Abu Sulaiman, tidak
kurang dari 18 tahun lamanya. Setelah wafat gurunya, Imam Hanifah kemudian
mulai mengajar dibanyak majelis ilmu di Kufah.
10 tahun sepeninggal gurunya, yakni pada tahun 130 H.
Imam Abu Hanifah pergi meninggalkan Kufah menuju Mekkah. Beliau tinggal
beberapa tahun lamannya disana, dan ditempat itu pula beliau bertemu dengan
salah seorang murid Abdullah bin Abbas ra.
Semasa hidupnya, Imam Abu Hanifah dikenal sebagai seorang
yang sangat dalam ilmunya, ahli zuhud, sangat
tawadhu’ , dan sangat teguh memegang
ajaran agama. Beliau tidak tertarik kepada jabatan-jabatan resmi kenegaraan,
sehingga beliau pernah menolak tawaran sebagai hakim (Qadhi) yang ditawarkan oleh
Al-Mansur. Konon, karena penolakannya itu kemudian beliau di penjarakan
hingga akhir hayatnya.
Imam Abu Hanifah wafat pada tahun 150 H/767 M, pada usia
70 tahun. Beliau dimakamkan dipekuburan Khizra. pada tahun 450 H/1066 M,
didirikanlah sebuah sekolah yang diberi nama Jami’ Abu Hanifah.
Sepeninggal beliau, ajaran dan ilmunya tetap tersebar
melalui murid-muridnya yang cukup banyak. Di antara murid-murid Abu Hanifah
yang terkenal adalah Abu Yusuf, Abdullah bin Mubarak, Waki’ bin Jarah Ibn Hasan
Al-Syaibani, dan lain-lain. Sedng diantara kitab-kitab Imam Abu Hanifah adalah:
Al-Musuan (kitab hadits, dikumpulkan
oleh muridnya), Al-Makharij (buku ini
dinisbahkan kepada Imam Abu Hanifah, diriwayatkan oleh Abu Yusuf), dan fiqh Akbar (kitab fiqh yang lengkap).[3]
2)
Biografi Imam Malik Bin Annas (93-179 H/712-795 M)
Imam Malik bin Anas, pendiri madzhab Maliki, dilahirkan
di Madinnah, pada tahun 93 H. Beliau berasal dari Kablah Yamniah. Sejak kecil
beliau telah rajin menghadiri mejelis-majelis ilmu pengetahuan, sehingga sejak
kecil itu pula beliau telah hafal Al-Qur’an. Tak kurang dari itu, ibundanya
sendiri yang mendorong Imam Malik untuk senantiasa giat menuntut ilmu.
Pada mulanya beliau belajar dari Ribiah, seorang ulam
ayang sangat tekenal pada waktu itu. Selain itu, juga memperdalam hadits kepada
Ibn shihab, disamping juga mempelajari ilmu fiqh dari para sahabat.
Karena ketekunan dan kecerdasannya, Imam Malik tumbuk
sebagai seorang ulama yang terkemuka, terutama dalam bidang ilmu hadits dan
fiqh. Bukti atas hal itu, adalah ucapan Al-Dahlami ketika dia berkata :”Malik
adalah orang yang paling ahli dalam bidang hadist di Madinah, yang paling
mengetahui tentang keputusan-keputusan Umar, yang paling mengerti tentang
pendapat-pendapat Abdullah bin Umar, Aisyah ra, dan sahabat-sahabat mereka,
atas dasar itulah dia memberi fatwa. Apabila diajukan kepada suatu masalah, dia
menjelaskan dan memberi fatwa”.
Setelah mencapai tingkat yang tinggi dalam bidang ilmu
itulah, Imam Malik mulai mengajar, karena beliau merasa memiliki kewajiban
untuk membagi pengetahuannya kepada orang lain yang membutuhkan.
Meski begitu, beliau dikenal sangat berhati-hati dalam
memberi fatwa. Beliau tak lupa untuk terlebih dahulu meneliti hadits-hadits
Rasullah SAW, dan bermusyawarah dengan ulama lain, sebelum kemudian memberikan
fatwa atas suatu masalah. Diriwayatkan, bahwa beliau mempunyai 70 orang yang
biasa diajak bermusyawarah untuk mengeluarkan suatu fatwa.
Imam Malik dikenal mempunyai daya ingat yang sangat kuat.
Pernah, beliau mendengar 31 hadits dari Ibn Syihab tanpa menulisnya. Dan ketika
kapadanya diminta mengulangi seluruh hadits tersebut, tak satupun dilupakannya.
Imam Malik benar-benar mengasah ketajaman daya ingatnya, terlebih lagi karena
pada masa itu masih belum terdapat suatu kumpulan hadits secara tertulis.
Karenannya karunia tersebut sangat menunjang beliau dalam menuntut ilmu.
Selain itu, beliau dikenal sangat ikhlas dalam melakukan
sesuatu. Sifat inilah kiranya yang memberi kemudahan kepada beliau didalam mengkaji ilmu pengetahuan. Beliau
sendiri pernah berkata:”ilmu itu adalah cahaya; ia akan mudah dicapai denga
hati yang takwa dan khusyu”. Beliau
juga menasehatkan untuk menghindari keraguan, ketika beliau
berkata:”sebaik-baik pekerjaan adalah yang jelas. Jika beliau menghadapi 2 hal,
yang salah satunya meragukan, maka kerjakanlah yang lebih meyakinkan
menurutmu”.
Karena sifat ikhlasnya yang besar itulah, maka Imam Malik
tampak enggan memberi fatwa yang berhubungan dengan soal hukuman. Seorang
muridnya, Ibnu Wahab, berkata:saya mendengar Imam Malik (jika ditanya mengenai
hukuman), beliau berkata : ini adalah urusan pemerintahan.”Imam Syafi’i sendiri
pernah berkata :” ketika aku tiba di Madinah, aku bertemu dengan Imam Malik,
ketika mendengar suaraku, beliau memandang diriku beberapa saat, kemudian bertanya
:siapa namamu? Akupun menjawab: Muhammah! Dia berkata lagi: wahai Muhammah,
bertaqwalah kepada Allah, jauhilah maksiat karena ia akan membebani mu terus,
hari demi hari”.
Tak pelak, Imam Malik adalah seorang ulama yang sangat
terkemuka, terutama dalam ilmu hadist dan fiqh. Beliau mencapai tingkat yang
sangat tinggi dalam kedua cabang ilmu tersebut. Imam Malik bahkan telah menulis
kitab Al-Muwaththa’, yang merupakan
kitab hadist dan fiqh.
Imam Malik meninggal dunia pada usia 86 tahun. Namun demikian,
madzhab maliki tersebar luas dan dianut banyak bagian diseluruh penjuru dunia.[4]
3)
Biografi Imam Syafi’i (150-204 H/769-820 M)[5]
Imam Syafi’i, yang dikenal sebagai pendiri madzhab
syafi’i adalah:Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i Al-Quraisyi. Beliau dilahirkan di
Ghazzah, pada tahun 150 H/769 M, bertepatan dengan wafatnya Imam Abu Hanifah.
Meski dibesarkan dalam keadaan yatim dan dalam satu
keluarga yang miskin, tidak menjadikan beliau merasa rendah diri, apalagi
malas. Sebaliknya, beliau bahkan giat mempelajari hadist dari ulama-ulam hadist
yang banyak terdapat di Mekkah. Pada usianya yang masih kecil, beliau juga
telah hafal Al-Qur’an.
Pada usianya yan ke-20, beliau meninggalkan mekkah
mempelajari ilmu fiqh dari Imam Malik. Merasa masih harus mempardalam
pengetahuannya, beliau kemudian pergi ke Iraq, sekali lagi mempelajari fiqh,
dari murid Imam Abu Hanifah yang masih ada. Dalam perantauannya tersebut,
beliau juga sempat mengujungi Persia dan beberapa tempat lain.
Setelah wafat Imam Malik (179 H), beliau kemudian pergi
ke Yaman, menetap dan mengajarkan ilmu di sana, bersama Harun Al-Rasyid, yang
telah mendengar tentang kehebatan beliau, kemudian meminda beliau untuk datang
ke Baghdad. Imam Syafi’i memenuhi undangan tersebut. Sejak saat itu beliau
dikenal secara lebih luas, dan banyak orang belajar kepadanya. Pada waktu itu
mazhab beliau mulai dikenal.
Tak lama setelah itu, Imam Syafi’i kembali ke Mekkah dan
mengajar rombongan jamaah haji yan datang dari berbagai penjuru. Melalui mereka
inilah , mazhab Syafi’i menjadi tersebar luas kepenjuru dunia.
Pada tahun 198 H, beliau pergi ke negeri Mesir. Beliau
mengajar di Masjid Amru bin As. Beliau juga menulis kitab Al-Um, Amali Kubra, Kitab
Risalah, dan Ushul Al-Fiqh, dan memperkenalkan Waul Jadid sebagai mazhab baru. Adapun dalam hal menyusun kitab Ushul Fiqh, Imam Syafi’i dikenal sebagai
orang pertama yang mempelopori penulisan dalam bidang tersebut.
Di
Mesir inilah akhirnya Imam Syafi’i wafat, setelah menyabarkan ilmu dan manfaat
kepada banyak orang. Kitab-kitab beliau hingga kini masih dibaca orang, dan
makam beliau di Mesir sampai detik ini masih ramai di ziarahi orang. Sedang
murid-murid beliau yang terkenal, diantaranya adalah: Muhammah bin Abdullah bin
Al-Hakam, Abu Ibrahim bin Ismail bin Yahya Al-Muzani, Abu Ya’qub Yusuf bin
Yahya Al-Buwaiti dan lain sebagainya.[6]
4)
Biografi singkat Imam Ahmad Hambali (164-241 H/780-855 M)
[1]
Haryono Nanang,ibadahmakalah
mazdhab-madzhab (dikutip dari: http://nananghariyono.blogspot.co.id/2013/01/sem-3-ibadah-makalah-madzhab-madzhab.html
diakses
pada hari selasa tanggal 04 april 2017 pukul 18:30 WIB )
[2] Muhammad Jawad Mughniyah,fiqih lima mamazhab,hal. xxv
[3] Ibid., hal.xxvi
Imam Ahmad Hambali
adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal Al-Syaibani. Beliau
dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabiul Awal tahun 164 H (780 M ).
Ahmah bin Hambal dibesarkan dalam keadaan yatim oleh
ibunya, karena ayahnya meninggal ketika beliau masih bayi. Sejak kecil meliau
telah menunjukkan sifat dan pribadi yang mulia, sehingga menarik simpati banyak
orang. Dan sejak kecil itu pula beliau telah menunjukkan minat yang besar
kepada ilmu pengatahuan, kebetulan pada saat itu di Baghdad merupakan kota
pusat ilmu pengetahuan. Beliau memulai dengan belajar Arab, Hadits, sejarah
Nabi, dan sejarah sahabat serta para tabi’in.
Untuk memperdalam ilmu, beliau pergi ke Basrah untuk
beberapa kali, di sanalah beliau bertemu dengan Imam Syafi’i. Beliau juga pergi
menuntut ilmu ke Yaman dan Mesir. Di antaranya guru beliau yang lain adalah
Yusuf Al-Hasan bin Ziad, Husyaim, Umair, Ibn Humam adn Ibn Abbas. Imam Ahmad
bin Hambal banyak mempelajari dan meriwayatkan hadits, dan beliau tidak
mengambil hadits, kecuali hadits yang sudah jelas shahihnya. Oleh karena itu, akhirnya beliau berhasil mengarang
kitab hadits, yang terkenal dengan nama Musnad
Ahmad Hambali. Beliau mulai mengajar ketika berusia 40 tahun.
Pada masa pemerintahan Al-Muktasin-Khalifah Abbasiyah
beliau sempat di penjara, karena sependapat dengan opini yang mengatakan bahwa
Al-Qur’an adalah makhluk. Beliau dibebaskan pada masa Khalifah Al-Muttawakil.
Imam Ahmad Hambali wafat di Baghdad pada usia 77 tahun,
atau tepatnya pada tahun 241 H (855 M) Pada masa pemerintahan Khalifah
Al-wathiq. Sepeninggal beliau, madzhab Hambali berkembang luas dan menjadi
salah satu madzhab yang memiliki banyak penganut.[1]
A.
Metode
fiqh dari Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali
Metode Fiqh Madzhab Hanafi
Adapun metodenya dalam Fiqh sebagaimana perkataan beliau sendiri: “Saya mengambil dari Kitabullah jika ada, jika tidak saya temukan saya mengambil dari Sunnah dan Atsar dari Rasulullah saw yang shahih dan saya yakini kebenarannya, jika tidak saya temukan di dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw, saya cari perkataan Sahabat, saya ambil yang saya butuhkan dan saya tinggalkan yang tidak saya butuhkan, kemudian saya tidak akan mencari yang di luar perkataan mereka, jika permasalahan berujung pada Ibrahim, Sya’bi, al-Hasan, Ibnu Sirin dan Sa’id bin Musayyib (karena beliau menganggap mereka adalah mujtahid) maka saya akan berijtihad sebagaimana mereka berijtihad”.
Metode yang dipakainya itu jika kita
rincikan maka ada 7 Ushul Istinbath yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah:
1.
Al-Qur’an, Abu Hanifah memandang Al-Qur’an sebagai sumber pertama pengambilan
hukum sebagaimana imam-imam lainnya. Hanya saja beliau berbeda dengan sebagian
mereka dalam menjelaskan maksud (dilalah) Al-Qur’an tersebut, seperti dalam
masalah mafhum mukhalafah.
2.
Sunnah/Hadits, Imam Abu Hanifah juga memandang Sunnah sebagai sumber hukum
kedua setelah al-Qur’an sebagaimana imam-mam yang lain. Yang berbeda adalah
beliau menetapkan syarat-syarat khusus dalam penrimaan sebuah hadits (mungkin
bisa dilihat di Ushul Fiqh), yang memperlihatkan bahwa Abu Hanifah bukan saja
menilai sebuah hadits dari sisi Sanad (perawi), tapi juga meneliti dari sisi
Matan (isi) hadits dengan membandingkannya dengan hadits-hadits lain dan
kaidah-kaidah umum yang telah baku dan disepakati.
3.
Perkataan Shahabah, metode beliau adalah jika terdapat banyak perkataan
Shahabah, maka beliau mengambil yang sesuai dengan ijtihadnya tanpa harus
keluar dari perkataan Shahabah yang ada itu, dan jika ada beberapa pendapat
dari kalangan Tabi’in beliau lebih cenderung berijtihad sendiri.
4.
Qiyas, adalah menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum
suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki
kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara
terdahulu sehingga dihukumi sama.
Beliau
menggunakannya jika mendapatkan permasalahan yang tidak ada nash yang
menunjukkan solusi permasalahan tersebut secara langsung atau tidak langsung
(dilalah isyarah atau thadhammuniyah). Disinilah nampak kelebihan Imam Abu
Hanifah dalam mencari sebab (ilat) hukum.
5.
Istihsan, adalah mengikuti yang lebih baik karena lebih tepat atau menganggap
baik terhadap sesuatu.
Dibandingkan
imam-imam yang lain, Imam Abu Hanifah adalah orang yang paling sering
menggunakan istihsan dalam menetapkan hukum.
6.
Ijma’, adalah kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu
hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara
yang terjadi.
Imam
Abu Hanifah mengambil Ijma’ secara mutlak tanpa memilah-milih, namun setelah
meneliti kebenaran terjadinya Ijma’ tersebut
7. Urf
Adalah sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu masyarakat karena telah menjadi
Adalah sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu masyarakat karena telah menjadi
kebiasaan
dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan atau perkataan.
Dalam masalah ini Imam Abu Hanifah juga termasuk orang yang banyak memakai ‘urf dalam masalah-masalah furu’ (pemahaman) Fiqh, terutama dalam masalah sumpah (yamin), lafaz talak, pembebasan budak, akad dan syarat.
Dalam masalah ini Imam Abu Hanifah juga termasuk orang yang banyak memakai ‘urf dalam masalah-masalah furu’ (pemahaman) Fiqh, terutama dalam masalah sumpah (yamin), lafaz talak, pembebasan budak, akad dan syarat.
Kitab-Kitab
Imam Hanafi
1. Kitab "Al-Faraid" (Harta Pusaka)
Ø Daerah-Daerah
Penganut Madzhab Hanafi
Mazhab
Hanafi mulai tumbuh di Kufah (Irak), kemudian tersebar ke negara-negara Islam
bagian Timur. Dan sekarang ini mazdhab Hanafi merupakan madzhab resmi di Mesir,
Turki, Syiria dan Libanon.
Dan madzhab ini dianut sebagian besar penduduk Afganistan, Pakistan, Turkistan, Muslimin India dan Tiongkok.
Metode Fiqh Madzhab Maliki
1. Nashul Kitab
(ayat Al Qur’an yang jelas artinya, yang tidak dapat dipalingkan artinya
kepada arti yang lain)
2.
Dzaahirul Kitab (umum, ayat Al Qur’an yang jelas artinya, yang tidak
dapat dipalingkan artinya kepada arti yang lain)
3.
Dalilul Kitab (mafhum mukholafah dari suatu ayat Al Qur’an)
4.
Mafhum muwafaqah dari suatu ayat Al Qur’an
5.
Tanbihul Kitab, terhadap illat (sesuatu yang menjadi tujuan ditetapkannya
hukum, dengan kata lain ‘illat merupakan pemicu/dasar/latar belakang
disyari’atkannya hukum)
6.
Nash-nash Sunnah (matan hadist yang jelas artinya yang tidak dapat dipalingkan
artinya kepada arti yang lain)
7.
Dzahirus Sunnah (matan hadits yang dapat ditakwilkan artinya, pemalingan suatu
lafadz dari maknanya yang dzahir kepada maknanya yang lain karena adanya dalil
yang menunjukkan bahwa makna itulaah yang dikehendaki oleh lafadz tersebut.)
8.
Dalilus Sunnah (mafhum mukholafah dari suatu matan hadits, pengertian yang
dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun Nafi
(meniadakkan)
9.
Mafhum Sunnah (mafhum muwafaqoh dari suatu matan hadits, Penunjukkan lafadz
atas berlakunya hukum dari masalah yang disebutkan (manthuq) bagi masalah
yang tidak disebutkan (maskut) dan penyesuaiannya baik secara tidak pasti
(nafy) atau tidak pasti (itsbat) bagi pelibatan keduanya atas makna dan dapat
diketahui dengan hanya memahami bahasa)
10.
Tanbihus Sunnah
11.
Ijma’
12.
Qiyas, selama beliau tidak menemukan hadist (meskipun mursal) atau tidak
menemukan fatwa sahabat Nabi SAW
13.
Amalu Ahlil Madinah, praktek hukum dari suatu masalah yang dilakukan oleh
ulama’ madinah
14.
Qaul Shahabi, pendapat atau fatwa para shahabat nabi SAW, tentang suatu kasus
yang belum dijelaskan hukumnya secara tegas didalam al-quran dan sunnah
15.
Istihsan
16.
Muraa’atul Khilaaf
17.
Saddud Dzaraa’i
Al-Quran, As-Sunnah (dengan lima rincian dari masing-masing Al-Quran dan As Sunnah; tekstualitas, pemahaman zhahir, lafaz umum, mafhum mukhalafah, mafhum muwafakah, tanbih alal illah), Ijma’, Qiyas, amal ahlul madinah (perbuatan penduduk Madinah), perkataan sahabat, istihsan, saddudzarai’, muraatul khilaf, istishab, maslahah mursalah, syar'u man qablana (syariat nabi terdahulu).Mazhab ini adalah ke balikan dari mazhan Al-Hanafiyah. Kalau Al-Hanafiyah banyak sekali mengandalkan nalar dan logika, karena kurang tersedianya nash-nash yang valid di Kufah, mazhab Maliki justru 'kebanjiran' sumber-sumber syariah. Sebab madzhab ini tumbuh dan berkembang di kota Nabi SAW sendiri, di manapenduduknya adalah anak keturunan para shahabat. Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Rasulullah SAW bisa dijadikan dasar hukum, meski tanpa harus merujuk kepada hadits yang shahih para umumnya.
Kitab-Kitab
Imam Maliki
Karya-karya
dari Imam Maliki di antaranya:
1.
Kitab Muwaththa, kitab yang termasyhur merupakan kitab yang mengandung
hadist-hadist dan hukum.
2.
Kitab Mudawanah Al-Qubra, yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Malik atas
berbagai persoalan.
Daerah-Daerah Yang Menganut Madzhab Maliki
Awal
mulanya tersebar di daerah Madinah, kemudian tersebar sampai saat ini di
Marokko, Aljazair, Tunisi, Libia, Bahrain, dan Kuwait
.
Metode Fiqh Madzhab Syafi’i
1.
Al-Quran, tafsir secara lahiriah, selama tidak ada yang menegaskan bahwa yang
dimaksud bukan arti lahiriahnya. Imam Syafi'i pertama sekali selalu mencari
alasannya dari Al-Qur'an dalam menetapkan hukum Islam.
2.
As Sunnah, beliau tidak hanya mengambil hadits mutawatir saja (sunnah yang
diriwayatkan dari rasulullah oleh sekelompok perawi yang menurut kebiasaan,
masing-masing tidak mungkin sepakat untuk berbohong, karena jumlah mereka yang
bayak, kejujuran dan perbedaan pandangan serta lingkunggan mereka) tetapi
hadits-hadits ahad juga beliau pakai untuk dalil. Dari Rasulullah SAW kemudian
digunakan jika tidak ditemukan rujukan dari Al-Quran. Imam Syafi'i sangat kuat
pembelaannya terhadap sunnah sehingga dijuluki Nashir As-Sunnah (pembela Sunnah
Nabi).
3.
Al-Ijma' atau kesepakatan para Sahabat Nabi, yang tidak terdapat perbedaan
pendapat dalam suatu masalah. Ijma' yang diterima Imam Syafi'i sebagai landasan
hukum adalah ijma' para sahabat, bukan kesepakatan seluruh mujtahid pada masa
tertentu terhadap suatu hukum, karena menurutnya hal seperti ini tidak mungkin
terjadi.
4.
Al-Qiyas yang dalam Ar-Risalah disebut sebagai ijtihad, apabila dalam ijma'
tidak juga ditemukan hukumnya. Akan tetapi Imam Syafi'i menolak dasar istihsan
dan istislah sebagai salah satu cara menetapkan hukum Islam.
5.
Istidlal, mencari alasan berdasarkan atas kaidah-kaidah agama meskipun dari
agama ahli kitab (Yahudi dan Nasrani).
Kitab-Kitab
Imam Syafi’i
Kitab-kitab
Imam Syafi’i baik yang ditulisnya sendiri ataupun didiktekan kepada muridnya
maupun yang dinisbahkan kepadanya antara lain sebagai berikut:
1.
Kitab al-Risalah, tentang ushul fiqh.
2.
Kitab al-Umm, sebuah kitab fiqh yang didalamnya dihubungkan pula sejumlah
kitabnya.
3.
Kitab al-Musnad, berisi hadist-hadist yang terdapat dalam kitab al-Umm yang
dilengkapi dengan sanad-sanadnya.
4.
Al-Imla’
5.
Al-Amaliy
6.
Harmalah (dinisbahkan pada muridnya yang bernama Harmalah ibn Yahya).
7. Mukhtashar
al-Muzaniy (dinisbahkan kepada Imam Syafi’i).
8. Mukhtashar al-Buwaithiy (dinisbahkan kepada Imam Syafi’i).
8. Mukhtashar al-Buwaithiy (dinisbahkan kepada Imam Syafi’i).
9.
Kitab Ikhtilaf al-Hadist (penjelasan Imam Syafi’i tentang hadist-hadist Nabi
SAW).
Daerah-Daerah
Yang Menganut Madzhab Syafi'i
Madzhab Syafi'i sampai sekarang
dianut oleh umat Islam di: Libia, Mesir, Indonesia, Pilipina, Malaysia,
Somalia, Arabia Selatan, Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Irak, Hijaz,
Pakistan, India, Jazirah Indo China, Sunni-Rusia dan Yaman.
Metode madzhab Hambali
1.
Al-Qur’an atau As Sunnah
Yaitu
apabila beliau menemukan nash baik dari Al-Qur’an maupun hadist beliau tidak
lagi memperhatikan dalil-dalil yang lain dan tidak pula memperhatikan
pendapat-pendapat para sahabat.
2.
Fatwa sebagian sahabat, yaitu jika beliau tidak mendapatkan nash maka beliau
berpegang teguh pada fatwa sahaby jika fatwa tersebut tidak ada yang
menantangnya.
3.
Pendapat sebagian sahabat, beliau memandang pendapat sebagian sahabat sebagai
dalil hukum. Jika terdapat beberapa pendapat dalam suatu masalah maka beliau mengambil
pendapat yang lebih dekat kepada Kitab dan Sunnah.
4.
Hadist mursal atau hadist dhoif, yakni Hadits yang dimarfu’kan (diangkat) oleh
seorang tabi’in kepada Rasulullah saw, baik berupa sabda, perbuatan dan taqrir,
baik itu tabi’in kecil ataupun besar. Hal ini dipakai jika hadis tersebut tidak
berlawanan dengan suatu atsar atau pendapat seorang sahabat.
5.
Qiyas, jika beliau tidak memperoleh sesuatu dasar diantara yang tersebut di
atas maka dipergunakanlah qiyas.
Kitab-Kitab
Imam Hambali
Kitab-kitab
Imam Hambali selain seorang ahli mengajar dan ahli mendidik, ia juga`seorang
pengarang. Beliau mempunyai beberapa kitab yang telah disusun dan
direncanakannya, yang isinya sangat berharga bagi masyarakat umat yang hidup
sesudahnya. Di antara kitab-kitabnya adalah sebagai berikut:
1.
Kitab Al-Musnad.
2.
Kitab Tafsir al-Qur’an.
3.
Kitab al-Nasikh wa al-Mansukh.
4.
Kitab al-Muqqodam wa al-Muakhkar fi al-Qur’an.
5.
Kitab Jawabul al-Qur’an
6.
Kitab al-Tarikh
7.
Kitab Manasiku al-Kabir
8.
Kitab Manasiku al-Shagir
9.
Kitab Tha’atu al-Rasul
10.
Kitab al-‘illah
11.
Kitab al-Shalah
Daerah Yang Menganut Madzhab Hambali
Awal perkembangannya, madzhab
Hambali berkembang di Bagdad, Irak dan Mesir dalam waktu yang sangat lama.
Kemudian Libia, Mesir, Indonesia, Saudi, Arabia, Palestina, Syria, Irak,
Jazirah Arab.
Pada abad XII mazhab Hambali
berkembang terutama pada masa pemerintahan Raja Abdul Aziz As Su'udi. Dan masa
sekarang ini menjadi mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai
penganut terbesar di seluruh Jazirah Arab, Palestina, Syria dan Irak.[2]
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa
madzhab adalah pokok pikiran atau dasar
yang digunakan oleh imam mujtahid dalam memecahkan masalah atau mengistinbatkan
hukum Islam.
Ada empat madzhab yang masih bertahan sampai sekarang
yakni:
a. Bermula dengan Imam Abu Hanifah (Madzhab Hanafi).
a. Bermula dengan Imam Abu Hanifah (Madzhab Hanafi).
b.
Kemudian Imam Malik bin Anas (Mazhab Maliki).
c.
Diikuti dengan Imam Muhammad bin Idris As Syafie (Madzhab Syafi’i).
d. Terakhir Imam Ahmad bin Hambal (Madzhab Hambali).
Tujuan madzhab-madzhab Islam ialah memudahkan umat Islam
mencapai ketaatan kepada Allah melalui Al-Qur’an dan As Sunnah. Setiap ajaran
madzhab adalah berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah. Oleh karena itu, mengikuti
madzhab berarti mengikuti Al-Qur’an dan As Sunnah.
2.
SARAN
Perbedaan
adalah hal yang lumrah terjadi mengingat begitu banyaknya dalil-dalil dan
hadist-hadist. Serta begitu banyaknya kaum intelektual Islam (Mujtahid). Akan
tetapi dalam menyikapi perbedaan ini kita sebagai kaum akademisi harus mampu
menengahi masyarakat dalam perbedaan pendapat ini. Jangan sampai perbedaaan
masalah kecil menjadi penyebab perpecahan umat.
DAFTAR PUSTAKA
Nanang Haryono.2013.Ibadah Makalah Madzhab-Madzhab.
Didownload dari http://nananghariyono.blogspot.co.id/2013/01/sem-3-ibadah-makalah-madzhab-madzhab.html.
diakses pada tanggal 04 april 2017, pada pukul 19:16 WIB.
Muhammad Jawad
Mughniyah.2004.Fiqih Lima Mazhab.Jakarta:
Lentera.
[2] Haryono Nanang,ibadahmakalah mazdhab-madzhab (dikutip
dari: http://nananghariyono.blogspot.co.id/2013/01/sem-3-ibadah-makalah-madzhab-madzhab.html
diakses pada hari selasa tanggal 04
april 2017 pukul 18:30 WIB )
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.