Tuesday, November 13, 2018

Makalah Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan


MAKALAH KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN




           
Nama kelompok 2       : 1. Gita Saputri                                   1651010434
                                      2. M Deswan Seperly                        1651010462
                                      3. Tessa Miltasari                              1651010443


Kelas / Smt / Prodi      : F / 5 / Ekonomi Islam
Mata kuliah                 : Perekonomian Indonesia
Dosen Pengampu        : Muhammad Kurniawan,S.E.,M.E.Sy.


PRODI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
T.A 2018/2019




KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.Berkat limpahan rahmat dan karunia nikmatNya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan dengan lancar. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Perekonomian Indonesia yang diampu oleh bapak Muhammad Kurniawan,S.E.,M.E.Sy.
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya dalam menyelesaikan makalah ini.
Meski demikian, kami menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi. Sehingga penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca. Demikian apa yang dapat saya sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk masyarakat umumnya, dan untuk kami sendiri khususnya.


Bandar Lampung, 05 November 2018


Kelompok 2






DAFTAR ISI


JUDUL ............................................................................................................................... I
KATA  PENGANTAR.................................................................................................... II
DAFTAR ISI................................................................................................................... III
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar belakang......................................................................................................... 1
B.     Rumusan masalah.................................................................................................... 2
C.     Tujuan penulisan...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
1.    Definisi  Kemiskinan............................................................................................... 2
2.    Faktor-Faktor Penentu Ketimpangan Dan Kemiskinan Di Indonesi....................... 6
3.    Indikator Dan Ukuran Ketimpangan Serta Kemiskinan........................................ 11
4.    Potret Kemiskinan Indonesia Pada Tahun 1998-2014 .......................................... 16

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan............................................................................................................ 34

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 35

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia dikenal sebagai  Negara agraris, atau yang biasa dikenal sebagai Negara yang sebagian besar penduduknya bergerak dalam bidang pertanian. Dalam Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan pemerintah Indonesia agar memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun dalam kenyataannya pemerintah tidak mempunyai kepekaan yang serius terhadap kaum miskin.
Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh negara-negara berkembang melainkan juga negara maju seperti Inggris dan Amerika Serikat.
Jika kita lihat dari dampak yang ditimbulkan oleh korupsi ini, hampir semua  lapisan masyarakat merasakannya. Bagi kalangan pengusaha korupsi menyebabkan persaingan yang tidak kompetitif antar pengusaha karena semua proses harus melalui uang pelicin dan memerlukan waktu yang lama. Bagi  masyarakat bawah korupsi justru menimbulkan biaya hidup yang lebih tinggi, harga-harga menjadi mahal akhirnya muncul  banyak pengemis. Pengangguran, pemerasan, hingga pembunuhan yang sumber utamanya adalah uang, hanya dengan satu alasan untuk hidup dan munculnya Undang-Undang Korupsi dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bisa dijalankan dengan baik. Namun pada kenyataannya kinerja KPK ini belum memuaskan hati publik, karena banyak kasus korupsi yang penanganannya belum tuntas. Diantaranya kasus korupsi pajak dan kasus yang dialami dari beberapa anggota Partai Demokrat belakangan ini.
Pada hal ini penyusun mencoba memaparkan kemiskinan di Negara Indonesia. Kemiskinan merupakan hal yang kompleks kerana menyangkut berbagai macam aspek seperti hak untuk terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan sebagainya. Agar kemiskinan di Indonesia dapat menurun diperlukan dukungan dan kerja sama dari pihak masyarakat dan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini.
Kemiskinan merupakan masalah multidimensi dan lintas sektor yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan kondisi lingkungan.
Bila kita melihat sebenarnya kesejahteraan itu milik pemerintah, atau para pegawai negeri.  Dan orang – orang yang bergerak dalam organisasi pemerintah tingkat atas. Dan sebagian besar juga bagi para pengusaha – pengusaha yang ruang lingkupnya besar. Golongan orang-orang kelas atas inilah yang akan selalu menjadi penguasa, dan monopoli terhadap golongan kelas menengah ke bawah.

B.  Rumusan Masalah
  1. Jelaskan mengenai pengertian dari kemiskinan!
  2. Jelaskan mengenai faktor-faktor penentu dari ketimpangan dan kemiskinan di Indonesia!
  3. Jelaskan mengenai indikator dan ukuran ketimpangan dan kemiskinan!
  4. Jelaskan mengenai potretKemiskinan Indonesia pada tahun 1998-2014!

C.  Tujuan Masalah
1.        Untuk dapat menjelaskan mengenai pengertian dari kemiskinan.
2.        Untuk dapat menjelaskan mengenai faktor-faktor penentu dari ketimpangan dan kemiskinan di Indonesia.
3.        Untuk dapat menjelaskan mengenai indikator dan ukuran ketimpangan dan kemiskinan.
4.        Untuk dapat menjelaskan mengenai potret Kemiskinan Indonesia pada tahun 1998-2014.





BAB II
PEMBAHASAN


1.    Definisi Kemiskinan
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu.  Dalam arti sempit, kemiskinan (proper) dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas, Chambers (dalam Chriswardani Suryawati, 2005), mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu konsep terpadu (intergrated concept) yang memiliki 5 dimensi, yaitu :
a. Kemiskinan (proper)
b. Ketidakberdayaan (powerless)
c. Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency)
d. Ketergantungan (dependence)
e. Keterasingan (isolation)
Menurut Mudrajat Kuncoro (2003:123), kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum, di mana pengukuran kemiskinan tidak didasarkan pada konsumsi. Berdasarkan konsumsi ini, garis kemiskinan terdiri dari dua unsur yaitu (1) pengeluaran yang diperlukan untuk membeli standar gizi minimum dan kebutuhan mendasar lainnya, dan (2) jumlah kebutuhan lain yang sangat bervariasi, yang mencerminkan biaya partisipasi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Ewnowski menggunakan indikator-indikator sosial untuk mengukur tingkat indeks kehidupan (the level of living index).  menurutnya terdapat tiga tingkatan kebutuhan untuk menentukan tingkat kehidupan seseorang :
(a). Kehidupan fisik dasar (basic fisical needs), yang meliputi gizi/nutrisi, perlindungan/perumahan (shelter/housing), dan kesehatan.
(b). Kebutuhan budaya dasar (basic cultural needs), yang meliputi pendidikan, penggunaan waktu luang dan rekreasi, serta jaminan sosial (social security).
(c). High income, yang meliputi surplus pendapatan atau melebihi takarannya. Menurut Amartya Sen (Bloom dan Canning: 2001) seseorang dapat dikatakan miskin bila mengalami "capability deprivation" sehingga mengalami kekurangan kebebasan yang substansif. menurut Amartya Sen, kebebasan substance memiliki dua sisi kesempatan dan rasa aman/keamanan. Kesempatan membutuhkan pendidikan dan rasa aman atau keamanan membutuhkan kesehatan.
Menurut Bachtiar Chamsyah (2006:45), Kemiskinan merupakan keadaan ketertutupan, yaitu tertutup dari segala bentuk pemenuhan kebutuhan diri yang bersifat fisik atau non fisik. Menurut Suparlan, kemiskinan adalah keadaan serba kekurangan harta benda dan benda berharga yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang yang hidup dalam lingkungan serba miskin atau serba kekurangan modal, uang, pengetahuan, kekuatan sosial, fisik, hukum, maupun akses ke fasilitas pelayanan umum, kesempatan kerja, dan berusaha. (Suparlan, 2000).
Menurut Friedman kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan kekuasaan sosial berupa aset, sumber keuangan, organisasi sosial politik, jaringan sosial, barang atau jasa, pengetahuan dan keterampilan, serta informasi.
Badan Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan dengan menetapkan beberapa kriteria kemiskinan yang mengacu pada besarnya pengeluaran tiap orang per harinya. Kriteria statistik dari BPS adalah sebagai berikut :
(a) Tidak miskin, yaitu mereka yang pengeluaran perbulan nya lebih dari Rp. 350.610.
(b) Hampir tidak miskin, yaitu orang dengan pengeluaran perbulan pada kepala antara Rp 280.488 sampai dengan Rp 350.610, atau sekitar antara Rp 9.350 sampai dengan Rp 11.687 per orang dalam 1 hari.
(c) Hampir miskin, ya itu orang dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp 233.740 sampai dengan Rp 280.488 atau sekitar antara Rp 7.780 sampai dengan Rp Rp9.350 per orrang dalam 1 hari.
(d) Miskin, dengan pengeluaran per orang per bulan per kepala Rp. 233.740 ke bawah atau sekitar Rp 7.780 ke bawah per orang dalam satu hari.
(e) Sangat miskin (kronis), tidak ada kriteria berapa pengeluaran per orang dalam 1 hari. Tidak diketahui Berapa jumlah pastinya.
Uni Eropa umumnya mendefinisikan Penduduk miskin sebagai mereka yang mempunyai pendapatan perkapita di bawah 50% dari median (rata-rata) pendapatan.  ketika median/rata-rata pendapatan meningkat, garis kemiskinan relatif juga meningkat.
Dua ukuran kemiskinan yang digunakan oleh Bank Dunia adalah :
1)        US$ 1 per kapita per hari dimana diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup di bawah ukuran tersebut.
2)        US$ 2 per kapita per hari di mana lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang dari batas tersebut. US Dollar yang digunakan adalah US$ PPP (Purchasing Power Parity), bukan nilai tukar resmi (exchange rate) kedua batas ini adalah garis kemiskinan absolut.
Berdasarkan pengertian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kemiskinan merupakan keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuhan kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses ke pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global, di mana sebagian orang memahami istilah ini secara subjektif dan komparatif, sementara yang lain melihatnya dari segi moral dan evaluatif, serta sebagian lainnya memahami dari sudut pandang ilmiah yang telah mapan.


2.    Faktor-faktor Penentu Ketimpangan dan Kemiskinan di Indonesia.
Disparitas atau lebih dikenal dengan kesenjangan, khususnya kesenjangan ekonomi, merupakan fenomena yang terjadi dalam perekonomian nasional di mana terdapat perbedaan atau jurang pemisah di antara setiap anggota masyarakat dalam kegiatan ekonomi, termasuk perbedaan antara kegiatan ekonomi di suatu daerah dan daerah lainnya.
Fenomena disparitas ini merupakan fenomena dunia, karena terjadi pada semua negara, baik negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Jadi, sudah wajar apabila pada suatu negara terdapat beberapa wilayah terbelakang dibandingkan dengan wilayah lainnya, dan hal ini juga berlaku bagi Indonesia. Walaupun fenomena disparitas terjadi di seluruh dunia, umumnya kesenjangan antar kelompok masyarakat, ataupun daerah, lebih tajam terjadi di negara-negara sedang berkembang karena kelakuan sosial ekonomi (social economic rigidities) dan immobility factor (faktor imobilitas).
Studi tentang disparitas antar daerah di antara negara berkembang pada beberapa tahun terakhir sudah banyak dilakukan baik melalui pendekatan pertumbuhan seimbang (balanched-growth) maupun pertumbuhan tidak seimbang (unbalanced growth).
Berikut adalah faktor-faktor penentu ketimpangan dan kemiskinan di Indonesia :
(a). Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk (EDU)
Hasil penelitian Cameron (2000:175-176) tentang kemiskinan di Jawa menyimpulkan bahwa pengurangan kemiskinan diasosiasikan dengan meningkatnya pencapaian pendidikan dan peningkatan pendapatan dan tenaga kerja terdidik. Hasil penelitian Suherman (2001:47-64) juga menunjukkan kemiskinan di Jawa Barat dipengaruhi oleh besarnya persentase angka melek huruf.
(b). Pendapatan Per Kapita Penduduk (PC)
Hasil penelitian Iradian (2005:1-39) yang dilakukan pada 82 negara untuk tahun 1965-2003 menunjukkan bahwa tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita tidak akan terlalu berdampak apabila tidak disertai dengan perbaikan distribusi pendapatan. Perubahan pendapatan per kapita mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kemiskinan. Hasil penelitian ini mengisyaratkan bahwa peningkatan pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh Indonesia hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk. Sementara itu, sebagian besar penduduk yang saat ini hidup dalam kemiskinan tidak menikmati pencapaian tersebut. Dengan kata lain, meskipun ekonomi tumbuh dengan baik, tetapi mereka tetap berada dalam kemiskinan. Peningkatan kontra prestasi (gaji, honor, upah, dan bentuk lain) yang selama ini terjadi di Indonesia hanya dinikmati oleh sebagian orang. Peningkatan kontra prestasi tersebut tidak sampai menyentuh kelompok yang berada pada garis kemiskinan.
(c). Rasio Ketergantungan Penduduk
Faktor penyebab munculnya rasio ketergantungan adalah adanya tingkat kelahiran (fertilitas) yang tinggi. World Bank (1978) menyatakan bahwa penyebab kemiskinan adalah adanya ledakan penduduk (population Growth) yang tidak terkendali karna hal itu akan menyebabkan rasio ketergantungan (dependency ratio) yang tinggi. Sementara itu, Malthus (1798) dalam Todaro (2000:268) menyatakan bahwa ledakan penduduk akan menimbulkan pola hidup yang serba pas-pasan (subsisten). Sedangkan pemikiran neo-Malthus menyatakan bahwa bangsa-bangsa yang miskin tidak akan pernah berhasil mencapai taraf hidup yang lebih tinggi dari tingkat subsisten, kecuali bangsa itu mengadakan pemeriksaan preventif (preventif checks) terhadap pertumbuhan populasinya, atau dengan menerapkan pengendalian kelahiran. Nilai rata-rata Total Vertility Rate (TVR) Indonesia pada tahun 2010 adalah 2,5. Artinya, setiap keluarga memiliki tiga orang anak sehingga dalam satu keluarga akan terdiri dari lima jiwa. Semakin besar jumlah anak, semakin besar jumlah tanggungan yang harus ditanggung oleh kepala keluarga. Selanjutnya, semakin besar jumlah penduduk yang berusia tidak produktif semakin besar tanggungan yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif.
(d) Pertumbuhan Ekonomi (GRW)
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang selama ini dicapai oleh Indonesia ternyata tidak mampu mengurangi faktor penyebab kemiskinan. Pesatnya pertumbuhan ekonomi tersebut hanya bisa dinikmati oleh sebagian kecil orang di Indonesia. Hal itu akan menimbulkan kemiskinan struktural dimana pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya bisa dinikmati oleh sebagian kecil orang kaya, sementara sebagian besar masyarakat tetap miskin. Keadaan ini sesuai dengan teori "trade-off between growth and equity" yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menimbulkan ketimpangan yang semakin besar dalam pembagian pendapatan, atau semakin tidak merata, dan sebaliknya upaya pemerataan dapat terwujud dalam pertumbuhan yang rendah (Todaro, 2000:206).
(e) Persentase Tenaga Kerja Di Sektor Pertanian (TKP)
Penelitian Ritonga (2006) juga menyatakan bahwa penduduk miskin di Indonesia umumnya bekerja di sektor pertanian dan mempunyai tingkat pendidikan SD ke bawah. Karena itu, program pengentasan kemiskinan di sektor pertanian perlu diprioritaskan. Pembangunan sektor pertanian melalui revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan, serta pembangunan masyarakat pedesaan perlu menjadi pijakan demi membawa masyarakat Indonesia keluar dari permasalahan kemiskinan.
(f) Persentase Tenaga Kerja Di Sektor Industri (TKI)
Peran penting sektor industri dalam mengurangi faktor penyebab kemiskinan salah satunya ditunjukkan oleh hasil penelitian Skoufias (2000), yang menyatakan bahwa konsumsi tenaga kerja di sektor industri lebih besar dari konsumsi tenaga kerja sektor pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan pekerja usaha kecil yang bekerja di sektor industri non pertanian lebih besar daripada penghasilan tenaga kerja usaha kecil yang bekerja di sektor industri yang bergerak di sektor pertanian.

Sharp (1996:173-191) mencoba mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upah menjadi rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses ke modal.
Ketiga, penyebab kemiskinan ini pada dasarnya bermuara pada teori lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty) yang dikemukakan oleh Nurkse pada tahun 1953, bahwa "a poor country is poor because it is poor" (negara miskin itu miskin karena memang miskin). Skema lingkaran kemiskinan ini dapat digambarkan pada Gambar 1.



Ketidaksempurnaan pasar, Keterbelakangan,Ketertinggalan.
 

Kekurangan Modal
 

Investasi Rendah
 

Produktivitas Rendah
 

Tabungan Rendah
 

Pendapatan Rendah
 
 






Gambar 1. Lingkaran Setan Kemiskinan

empat madzhab :
(a) Individual Explanation. Diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri : malas, pilihan yang salah, gagal dalam bekerja, cacat bawaan, belum siap memiliki anak, dan sebagainya.
(b) Familial Explanation. akibat faktor keturunan, dimana antargenerasi terjadi ketidak beruntungan yang berulang, terutama akibat pendidikan.
(c) Subcultural Explanation. akibat karakteristik perilaku suatu lingkungan yang berakibat pada moral masyarakat.
(d) Structural Explanation. menganggap kemiskinan sebagai produk dari masyarakat yang menciptakan ketidakseimbangan dengan pembedaan status atau hak.
Faktor penyebab kemiskinan menurut Bank Dunia sebagai berikut :
(a) Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar dan prasarana.
(b) Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor.
(c) Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung.
(d) Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan di antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern).
(e) Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat.
(f) Budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkungannya.
(g) Tidak adanya tata kelola yang bersih dan baik (good governance).
(h) Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.
Jika dikaitkan dengan ketimpangan yang terjadi di Indonesia, maka berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor dominan yang dapat menyebabkan ketimpangan ekonomi pada dasarnya terbagi ke dalam 2 golongan besar : Anugerah awal (initial endowment) di antara para pelaku ekonomi dan dampak negatif dari pembangunan yang berorientasi pada strategi pertumbuhan.
3.    Indikator dan Ukuran Ketimpangan serta Kemiskinan
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori, yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
Terdapat beberapa indikator dan ukuran untuk melihat potret perekonomian Indonesia yang ditinjau berdasarkan tingkat ketimpangan dan kemiskinan yang ada di Indonesia. Berikut ini adalah indikator dan ukuran ketimpangan serta kemiskinan :
(a) Indikator dan Ukuran Absolut
Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah US$1/hari dan kemiskinan menengah dengan pendapatan di bawah US$2/hari. Berdasarkan batasan ini diperkirakan pada tahun 2011 sebanyak 1,1 miliar orang di dunia mengkonsumsi kurang dari US$1/hari dan 2,7 miliar orang di dunia mengkonsumsi kurang dari US$2/hari.[1]
Indikator kemiskinan yang lain dikemukakan oleh Bappenas (2004) dalam Sahdan (2005) berupa :
1. Kurangnya pangan, sandang, dan perumahan yang tidak layak;
2. Terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif;
3. Kurangnya kemampuan membaca dan menulis;
4. Kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup;
5. Kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi;
6. Ketidakberdayaan atau daya tawar yang rendah;
7. Akses ke ilmu pengetahuan yang terbatas.
(b) Indikator dan Ukuran Relatif
Kemiskinan relatif merupakan kondisi masyarakat karena kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum. Kemiskinan struktural dan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi struktur dan faktor-faktor adat budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang (Sudantoko, 2009:43-46).
Konsep Koefisien Gini
Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan distribusi. Ukuran Ini pertama kali dikembangkan oleh ahli statistik dan ahli sosiologi Italia bernama Corrado Gini dan dipublikasikan pada tahun 1912 dalam makalahnya yang berjudul "variability and mutability" (dalam bahasa Italia: variabilita e mutabilita).
Koefisien gini dinyatakan dalam bentuk rasio yang nilainya antara 0 dan 1, nilai 0 menunjukkan pemerataan yang sempurna di mana semua nilai adalah sama, sedangkan nilai 1 menunjukkan ketimpangan yang paling tinggi yaitu satu orang menguasai semuanya dan yang lainnya nihil. Menurut definisinya, koefisien gini adalah perbandingan luas daerah antara Kurva Lorenz dan garis lurus 45° terhadap luas daerah dibawah garis lurus 45 derajat tersebut.
Indeks atau rasio gini merupakan koefisien yang berkisar antara 0 hingga 1, yang menjelaskan kadar kemerataan (ketimpangan) distribusi pendapatan nasional, semakin kecil koefisiennya semakin merata, dan semakin besar angka koefisiennya atau mendekati angka 1 maka semakin besar ketimpangan. Angka rasio gini dapat ditaksir langsung secara visual melalui Kurva Lorenz, yaitu perbandingan antara luas area yang terletak di antara Kurva Lorenz dan diagonal terhadap luas area segitiga OBC. Semakin melengkung maka semakin meluas area yang dibagi sehingga semakin besar nilai dan semakin besar pula ketimpangannya. Rasio gini dapat dihitung secara matematik dengan rumus 1.1 :

Rumus 1.1

                   0 < G < 1

Keterangan :
G        = rasio gini
fi         = proprosi jumlah rumah tangga dalam kelas-i
Xi + 1 = proporsi jumlah kumulatif rumah tangga dalam kelas-i

Yi + 1 = proporsi jumlah pendapatan rumah tangga dalam kelas-i


Tingkat pemerataan pendapatan akan terjadi jika semua orang mendapatkan distribusi pendapatan yang sama rata atau, dengan kata lain, rasio gininya adalah sama dengan nol (Gini Ratio = 0). Jadi, rasio Gini adalah rasio tentang distribusi pendapatan dengan angka kisaran 0 sampai dengan 1. Jika G mendekati 0, berarti distribusi pendapatan yang diterima hampir sama dengan banyaknya penduduk. Berikut adalah arti nilai dari besaran rasio gini :
G < 0,3 artinya ketimpangan rendah
0,3 ≤ G ≤ 0,5 artinya ketimpangan sedang
G > 0,5 artinya ketimpangan tinggi

GK (Garis Kemiskinan)
Garis kemiskinan (GK) adalah persentase penduduk miskin yang berada dibawah garis kemiskinan, yang secara sederhana mengukur proporsi penduduk yang dikategorikan miskin. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep Kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Konsep ini tidak hanya digunakan oleh BPS, tetapi juga oleh negara-negara lain seperti Armenia, Senegal, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Sierra Leone dan Gambia. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan nonmakanan yang diukur dari sisi pengeluaran yang dikonseptualisasikan dengan garis kemiskinan (GK). GK merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilo kalori per kapita per hari, dan kebutuhan pokok non makanan. GK yang digunakan oleh BPS terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan garis kemiskinan non makanan (GKNM), sehingga GK merupakan penjumlahan dari GKM dan GKNM.

Distribusi Pendapatan
Disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan atau kesenjangan, dan tingkat kemiskinan merupakan masalah besar yang dihadapi negara berkembang termasuk Indonesia. Distribusi pendapatan mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara dikalangan penduduknya. Tidak meratanya distribusi pendapatan akan memicu ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Masalah kesenjangan tidak hanya dialami oleh negara berkembang tetapi juga oleh negara maju. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan Angka kemiskinan yang terjadi, serta kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi tingkat kesulitan mengatasinya. Negara maju mengalami tingkat kesenjangan pendapatan yang relatif lebih kecil dibandingkan negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit karena GNP dan GDP negara maju relatif tinggi.
Perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan kepemilikan sumber daya dan faktor produksi, terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Kelompok masyarakat yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak juga akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak. Menurut pandangan Neoklasik, perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu “penetapan” hasil pembangunan ke bawah (Trickle Down) dan kemudian menyebarnya sehingga menimbulkan keseimbangan baru. Apabila proses terotomatisasi tersebut belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang timpang, maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi. Penetapan pajak pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk berpenghasilan tinggi, begitu juga sebaliknya subsidi akan membantu penduduk berpenghasilan rendah asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut dengan menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan semakin besar persentase tarifnya) oleh pemerintah akan digunakan untuk membiayai roda pemerintahan subsidi dan proyek pembangunan. Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan mengurangi ketimpangan.

4.    Potret Kemiskinan Indonesia pada Tahun 1998-2014
Untuk melihat potret kemiskinan di Indonesia pada tahun 1998 sampai 2014 digunakan indikator rasio Gini, distribusi pendapatan, dan garis kemiskinan, antara masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan.

Potret Rasio Gini Indonesia Pasca reformasi
Cara pengukuran kemiskinan mempunyai standar yang berbeda-beda, salah satunya perhitungan kemiskinan berdasarkan proporsi pendapatan. kemiskinan jenis ini dikatakan relatif karena berkaitan dengan distribusi pendapatan antar lapisan sosial. Ketimpangan distribusi pendapatan dapat diketahui dari indeks atau rasio gini. Berikut adalah Tabel data rasio gini di Indonesia.


          Tabel 1.1

Tahun
Rasio Gini (Y)
1998
0,32
1999
0,31
2000
0,29
2001
0,23
2002
0,33
2003
0,33
2004
0,32
2005
0,36
2006
0,35
2007
0,36
2008
0,35
2009
0,37
2010
0,38
2011
0,41
2012
0,41
2013
0,41
2014
0,43
Rata-rata
0,36


Untuk membahas secara lebih jelas mengenai fluktuatif perkembangan rasio gini dapat digambarkan melalui gambar grafik 1.2
Gambar grafik 1.2 menunjukkan bahwa rasio gini di Indonesia pada periode 1998 sampai 2014 rata-rata 0,36. Ini berarti bahwa ketimpangan yang terjadi di Indonesia termasuk kriteria sedang karena angka koefisien gini berada di antara 0,35 dan 0,50. Kesenjangan terbesar terjadi pada tahun 2014 karena pada tahun tersebut pertumbuhan ekonomi tidak berkualitas, sehingga laju pendapatan orang miskin tidak bisa mengejar kecepatan tumbuhnya harta orang kaya. Di samping itu, besarnya rasio gini tersebut juga disebabkan oleh melambungnya harga komoditas, dimana hal ini terlihat dari data 40 orang terkaya di Indonesia pada tahun ini berasal dari bisnis berbasis komoditas.

Gambar grafik 1.1



Potret Distribusi Pendapatan Indonesia Pasca Reformasi

Potret kemiskinan di Indonesia pada tahun 1958 sampai 2014 berdasarkan distribusi pendapatan dapat dilihat di gambar 1.2 berikut ini :


Tabel 1.2 menunjukkan bahwa krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 tidak begitu mempengaruhi distribusi pendapatan. Namun, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada tahun 2006 diindikasikan sebagai salah satu penyebab porsi pendapatan kelompok 40% penduduk terendah menurun menjadi 21,4%. Penurunan ini terus terjadi hingga tahun 2014, yaitu menjadi 17,1%. Walaupun terjadi penurunan dari beberapa tahun sebelumnya, distribusi pendapatan pada tahun 2014 masih dikategorikan ke dalam tingkat ketidakmerataan "rendah" (low inequality). Jika di bandingkan antara daerah perkotaan dan pedesaan, terlihat bahwa pada tahun 2014 ketimpangan distribusi pendapatan di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan ketimpangan yang terjadi di daerah pedesaan.
Potret garis kemiskinan Indinesia pasca reformasi
Berdasarkan metode garis kemiskinan (GK), persentase penduduk miskin di Indonesia periode 1998-2014 rata-rata tumbuh sebesar 3,18%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 11.22, 11.3, 11.4, dan 11.5.

Tabel 11.3 Jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin pada tahun 1998-2014
Tahun
Jumlah penduduk miskin (juta)
Persentase penduduk miskin
Perkotaan
Pedesaan
Perkotaan dan pedesaan
Perkotaan
Pedesaan
Perkotaan dan Pedesaan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
1998
17,6
31,9
49,5
21,92
25,72
24,2
1999
15,64
32,33
47,97
19,41
26,03
23,43
2000
12,31
26,43
38,74
14,6
22,38
19,14
2001
8,6
29,27
37,87
9,79
22,84
18,41
2002
13,32
25,08
38,39
14,46
21,1
18,2
2003
12,26
25,08
37,34
13,57
20,23
17,42
2004
11,37
2,78
36,15
12,13
20,11
16,66
2005
12,4
22,7
35,1
11,68
19,98
15,97
2006
14,49
24,81
39,3
13,47
21,81
17,75
2007
13,56
23,61
37,17
12,52
20,37
16,58
2008
12,77
22,19
34,96
11,65
18,93
15,42
2009
11,91
20,62
32,53
10,72
17,35
14,15
2010
11,1
19,93
31,02
9,87
16,56
13,33
2011
11,08
19,04
30,12
9,23
15,72
12,49
2012
10,71
18,54
29,25
8,79
15,1
19,96
2013
10,39
17,78
28,17
8,42
14,28
11,36
2014
10,51
17,77
2,28
8,34
14,17
11,25


       Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan persentase penduduk miskin diperkotaan, pedesaan, dan secara keseluruhan di Indonesia pada tahun 1998-2014:
Grafik 11.2 Persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 1998-2014 ( persen)
Grafik 11.3 Persentase kemiskinan perkotaan dan pedesaan periode 1998-2014
Grafik 11.4 Persentase kemiskinan pedesaan periode 1998-2014
Grafik 11.5 Garis kemiskinan
Garis kemiskinan naik sebesar 5,72% selama maret 2009 hingga maret 2010. Aambang batas kemiskinan yang semula berada diangka Rp. 200.262 per kapita perbulan naik ke angka Rp. 211.726 per kapita per bulan. Sumbangan terbesar berasal dari beras, biaya perumahan, dan rokok kretek. Dalam keterangan pers di kantornya, kamis (1/7/2010), Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengatakan bahwa ketiganya merupakan kebutuhan yang tampak terus diupayakan oleh masyarakat miskin untuk dipenuhi. “ini dilematis ya, penerimaan negara juga berasal dari cukai dan lapangan kerja industri rokok tetapi buat orang miskin, ini rugi”, ungkapnya. Data BPS menujukkan rokok kretek masuk dalam kategori komoditi makanan yang memberi sumbangan besar pada garis kemiskinan sebagai ambang batas menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Kontribusinya mencapai 7,93% diperkotaan dan 5,9% di pedesaan. Kontribusi beras ditempat pertama sebesar 25,2%. Artinya orang miskin akan lebih mengutamakan makan ketimbang hal lainnya. Sementara itu, kontribusi komoditi bukan makanan juga tidak kalah besarnya. Biaya perumahan memberikan kontribusi terbesar untuk garis kemiskinan, yaitu 8,43% di perkotaan dan 6,11% di pedesaan. Besaran kontribusinya diikuti oleh biaya listrik sebesar 3,3% di perkotaan dan 1,87% di pedesaan.
Analisis Growth and Share Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia periode 1998-2014
Berdasarkan analisis growth and share, potret kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia pada tahun 1998-2014 dapat dilihat pada tabel 11.4, 11.5, dan 11.6 berikut ini:
Tabel 11.4 Perhitungan growth and share untuk kemiskinan diIndonesia secara keseluruhan secara periode 1998-2014
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin
Tingkat Pertumbuhan Penduduk Miskin (Growth)
Kontribusi Penduduk Miskin (share)
Kuadran
1998
49,5
-
8,10
I
1999
47,97
-3,09
7,85
I
2000
38,7
-19,32
6,34
II
2001
37,9
-2,07
6,21
I
2002
38,4
1.32
6,29
I
2003
37,3
-2,86
6,11
I
2004
36,1
-3,22
5,91
IV
2005
35,1
-2,77
5,75
IV
2006
39,3
11,97
6,43
I
2007
37,17
-5,42
6,09
II
2008
34,96
-5,95
5,72
II
2009
32,53
-6,95
5,33
III
2010
31,02
-4,64
5,08
III
2011
29,89
-3,64
4,89
III
2012
29,13
-2,54
4,77
IV
2013
28,06
-3,67
4,59
III
2014
27,73
-1,18
4,54

Total
610,8
-54
100

Rata-rata
35,93
-3,18
5,88


TABEL 11.5 Perhitungan Growth and Share untuk kemiskinan di Indonesia daerah perkotaan paa periode 1998-2014
Tahun
Jumalah Penduduk Miskin
Tingkat Pertumbuhan Penduduk Miskin (Growth)
Kontribusi Penduduk Miskin (Share)
Kuadran
1998
17,60
-
8,15
I
1999
15,64
-11,14
7,24
II
2000
12,31
-21,29
5,70
II
2001
8,60
-30,14
3,98
III
2002
13,32
54,88
6,17
I
2003
12,26
-7,96
5,68
II
2004
11,37
-7,26
5,27
III
2005
12,40
9,06
5,74
I
2006
14,49
16,85
6,71
I
2007
13,56
-6,42
6,28
II
2008
12,77
-5,83
5,91
II
2009
11,91
-6,73
5,52
III
2010
11,10
-6,80
5,14
III
2011
11,04
-0,54
5,11
IV
2012
10,51
-4,80
4,87
IV
2013
10,63
1,14
4,92
IV
2014
16,36
53,90
7,58
I
Total
210,87
26,92
100,00

Rata-rata
12,70
1,58
6,25


Tabel 11.6 Perhitungan Growth and Share untik kemiskinan di Indonesia daerah pedesaan pada periode 1998-2014
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin
Tingkat Pertumbuhan Penduduk Miskin (Growth)
Kontribusi Penduduk Miskin (Share)
Kuadran
1998
31,90
-
7,95
I
1999
32,33
1,35
8,06
II
2000
26,43
-18,25
6,59
II
2001
29,27
10,75
7,30
III
2002
25,08
-14,31
6,25
I
2003
25,08
0,00
6,25
II
2004
24,78
-1,20
6,18
III
2005
22,70
-8,39
5,66
I
2006
24,81
9,30
6,18
I
2007
23,61
-4,84
5,87
II
2008
22,19
-6,01
5,53
II
2009
20,62
-7,08
5,14
III
2010
19,93
-3,35
4,97
III
2011
18,97
-4,82
4,73
IV
2012
18,09
-4,64
4,51
IV
2013
17,92
-0,94
4,47
IV
2014
17,37
-3,07
4,33
III
Total
401,08
-55,5
100,00

Rata-rata
23,59
-3,26
6,25


   Berdasarkan gambar 11.4, tampak bahwa kondisi penduduk miskin di Indonesia yang terendah growth dan share-nya terjadi pada tahun 2013 yang berada di kuadran III sebesar 28,06 juta, yaitu mengalami penurunan dari tahun 2012 sebesar 29,13 juta. Ini berarti kondidi kemiskinan di Indonesia pada tahun 2013 berada pada kondisi baik, dengan tingkat pertumbuhan penduduk miskin -3,67%. Hal ini didukung oleh fakta angka buta huruf mengalami penurunan dari 7,03 juta menjadi 6,08 juta. Tingkat partisipasi kemiskinan pada tahun 2013 mengalami penurunan akibat menurunnya angka buta huruf dan meningkatnya upah. Angka indeks pembangunan manusia naik dari 73,29 menjadi 73,81. Sementara itu, kondisi penduduk miskin di Indonesia yang tertinggi growth dan share-nya terjadi pada tahun 2006 yang berda di kuadran IV, yang berarti jumlah penduduk miskin di Indonesia berada pada kondisi buruk yaitu sebesar 39,3 juta, suatu peningkatan jumlah penduduk miskin yang cukup drastis. Pada tahun itu angka kemiskinan justru meningkat dari 31,1 juta jiwa pada tahun 2005  menjadi 39,3 juta jiwa pada tahun 2006.  Demikian pula, inflasi mengalami kenaikan tajam sebesar 17,75% pada tahun 2006. Di sisi industri, kenaikan harga BBM untuk kedua kalinya pada tahun 2005 telah mendorong percepatan deindustrialisasi. Jika pada tahun 2004 sektor manufaktur masih tumbuh 7,2%, maka pada tahun 2007 hanya tumbuh sebasar 5,1%. Hal ini terjadi karena industri di tekan dari 2 sisi, yakni peningkatan biaya produksi dan merosotnya permintaan akibat menurunnya daya beli masyarakat. penambahan jumlah pengangguran dari 9,9% pada tahun 2004 menjadi 10,3% pada tahun 2005 dan 10,4% pada tahun 2006 pun akhirnya tidak terelakkan.
   Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 1999,200,2002,2003,2004, dan 2007 berda di kuadran I, yang berarti jumlah penduduk miskin di Indonesia berada pada kondisi buruk karena meroketnya harga-harga komoditas baik makanan maupun non-makanan. Jumlah penduduk miskin di indonesia pada tahu 2001, 2006, dan 2009 berada di kuadran II, yang berarti jumlah penduduk miskin pada kuadran tersebut kurang baik tetapi kondisi ini tidak terlalu buruk. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2010, 2011,2012, dan 2014 berada pada kuadran III, yang berarti dapat dikatakan berada pada kondisi baik. Sementara jumlah penduduk miskin pada tahun 2005,2006, dan 2013 berada di kuadran IV.
   Pada tahun 2001, kondisi kemiskinan di perkotaan berda pada posisi sangat baik, yaitu terjadi penurunan jumlah penduduk miskin dikota jika dilihat dari jumlah masyarakat miskin pada tahun 2000 yang mencapai 12,30 juta dan penurunan pada tahun 2001 menjadi 8,60 juta. Hal ini disebabkanoleh tersalurnya pinjaman dana kredit kepada masyarakat, yang bertujuan meningkatkan produktifitas demi mengurangi jumlah kemiskinan di Indonesia. Akan tetapi, jumlah penduduk miskin di pedesaan justru meningkat, yaitu mencapai angka 29,30 juta. Kurangnya pemerataan lapangan pekerjaan telah membuat banyak penduduk desa yang mengadu nasib kekota sehingga angka kemiskinan desa menurun pada tahun 2002, sementara angka kemiskinan dikota jadi meningkat lagi menjadi 13,30 juta. Walaupun demikian, kondisi ini tidak dianggap parah karena masih dilakukan perbaikan atau pemulihan diberbagai sektor yang menunjang penurunan jumlah penduduk miskin pasca krisis.
   Berdasarkan data bank dunia jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10% sampai 20%, tetapi telah mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta. Hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, dan infrastruktur yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat demi memperbaki kehidupannya. Selain itu, juga karena SDA,SDM, sistem, dan tidak terlepas dari sosok pemimpinnya. Kemiskinan memang harus diakui terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejrah Indonesia sebagai negara, bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan kemiskinan. Pertanyaannya sekrang ini adalah: Mengapa masalah kemiskinan seakan tidak pernah habis, sehingga di negara ini rasanya tidak ada persoalan yang lebih besar selain persoalan kemiskinan? Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang, serta papan secara terbatas. Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apasaja demi keselamatan hidup; kemiskinan menyebabkan banyak orang melakukan perilaku menyimpang, diman harga diri diperjualbelikan hanya untuk mendapatkan makan. Si miskin rela memberikan tenaga untuk mengahasilkan keuntungan bagi mereka yang memiliki uang yan memegang kendali atas sektor perekonomian lokal serta menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan. Para buruh bekerja sepanjang hari, tetapi hanya menerima upah yang sangat sedikit. Lebih parah lagi, kemiskinan  telah membuat masyarakat kita terjebak dalam budaya malas, budaya mengemis, dan menggantungkan harapan pada budi baik pemerintah melalui  pemberian bantuan. Kemiskinan juga dapat meningkatkan angka kriminalitas. Mengapa penulis mengatakan bahwa kemiskinan dapat meningkatkan angka kriminalitas?  Jawabannya adalah karena mereka (si miskin) akan rela melakukan apa saja untuk mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet, bahkan jika ada hal yang lebih keji dari itu ia akan tega dan berani melakukannya demi hidupnya. Jika sudah seperti ini, siapa yang harus kita salahkan. Kemiskinan seakan menjadi fenomena atau persoalan yang tidak ada habis-habisnya. Pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani persoalan kemiskinan, pemerintah seakan membiarkan mereka mengemis dan mencuri ketimbang memikirkan cara untuk menanggulangi tingkat kemiskinan dan membebaskan negara dari para pengemis jalanan karena kemiskinan.
   Perkembangan tingkat kemiskianan pada periode maret 2009-maret 2010. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada maret 2010 sebanyak 31,02 juta orang atau 13,33%. Jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta orang atau 14,15%, ternyata jumlah penduduk miskin berkurang 1,51 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun lebih besar ketimbang daerah pedesaan . Selama periode maret 2009-maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang, sementara di darah pedesaan berkurang 0,69 juta orang (tabek 2). Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan pedesaan tidak banyak berubah dari maret 2009 hingga maret 2010. Pada maret 2009, sebagian besar atau 63,38% penduduk miskin berada didaerah pedesaan, sementara pada maret 2010 sebesar 64,23%. Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode maret 2009-maret 2010 nampak berkaitan dengan faktor-faktor berikut:
a)                       Selama periode maret 2009-maret 2010 inflasi umum relatif rendah, yaitu sebesar 3,43%. Menurut kelompok pengeluaran, kenaikan harga selama periode tersebut terjadi pada kelompok bahan makanan sebesar 4,11%; kelompok makanan jadi, minuman, roko dan tembakau sebesar 8,04%;kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebasar 3,85%;kelompok kesehatan sebesar 3,18%;kelompok sandang sebesar 0,78%;kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakarsebesar 2,08%; serta kelompok transportasi dan kominikasi srta jasa keuangan sebesar 1,38%.
b)                       Rata-rata upah harian bruh tani dan buruh banguanan masing-masing naik sebesar 3,27% dan 3,86% selama periode maret 2009 – maret 2010.
c)                       Produksi pada tahun 2010 (hasil angka ramalan /ARAM II) mecapai 65,15 juta ton GKG, naik sekitar 1,17% dari produksi pada tahun 2009 sebesar 64,40 juta ton GKG.
d)                      Sebagian besar penduduk miskin (64,64% pada tahun 2009) bekerja disektor Pertanian. NTP (Nilai Tukar Petani) naik 2,45% dari 97,78 pada maret 2009 menjadi 1010,20 pada maret 2010.
e)                       Perekonomian Indonesia Triwulan I 2010 tumbuh sebesar 5,7% terhadap Triwulan I 2009, sedangkan pengeluaran konsumsi rumah tangga meningkat sebesar 3,9% pada periode yang sama.
Tabel 11.7 Perhitungan tren data kemiskinan di Indonesia tahun 1998-2014
Tahun
X
N
Y
X2
YX
1998
-14
1
49,50
196
-693
1999
-12
2
47,97
144
-575,64
2000
-10
3
38,70
100
-387
2001
-8
4
37,90
64
-303,2
2002
-6
5
38,40
36
-230,4
2003
-4
6
37,30
16
-149,2
2004
-2
7
36,10
4
-72,2
2005
-1
8
35,10
1
-35,1
2006
0
9
39,30
0
0
2007
1
10
37,17
1
37,17
2008
2
11
34,96
4
69,92
2009
4
12
32,53
16
130,12
2010
6
13
31,02
36
186,12
2011
8
14
29,89
64
239,12
2012
10
15
29,13
100
291,3
2013
12
16
28,06
144
336,72
2014
14
17
27,73
196
388,22
Total

610,8
1.122
-767,05

ɑ=  =  = 35,93
b =  =  = -0,68
Jadi, dari analisis tren diperoleh persamaan Y = 35,93- 0,68X
Untuk memprediksi jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2045, maka:
Y = 35,93 – 0,68X
Y= 35,93 – 0,68(79)
Y= 36,45 – 54,01
Y = -17,56
   Dari hasil analisis perhitungan tren kemiskinan di peroleh bahwa prediksi mengenai jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2045 adalah sebanyak -17,56 juta jiwa[2].



































BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

            Kemiskinan merupakan keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuhan kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses ke pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global, di mana sebagian orang memahami istilah ini secara subjektif dan komparatif, sementara yang lain melihatnya dari segi moral dan evaluatif, serta sebagian lainnya memahami dari sudut pandang ilmiah yang telah mapan.
                Berikut adalah faktor-faktor penentu ketimpangan dan kemiskinan di Indonesia :
(a). Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk (EDU)
(b). Pendapatan Per Kapita Penduduk (PC)
(c). High income

Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori, yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
Untuk melihat potret kemiskinan di Indonesia pada tahun 1998 sampai 2014 digunakan indikator rasio Gini, distribusi pendapatan, dan garis kemiskinan, antara masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan.




                [1]  The World Bank, 2007, Understanding Poverty
                [2] Amir Machmud, PEREKONOMIAN INDONESIA, (Jakarta:Erlangga,2016), hlm.279-    302.









No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Laporan Magang Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung Tahun 2020

  LAPORAN MAGANG DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDAR LAMPUNG   Disusun oleh : TESSA MILTASARI              1651010443       ...