MAKALAH ETIKA BISNIS ISLAM
IMPLIKASI FILSAFAT DAN AKSIOMA ISLAM DALAM ETIKA BISNIS
PENYUSUN :
TESSA MILTASARI 1651010443
JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
PENYUSUN :
TESSA MILTASARI 1651010443
JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkembangan ekonomi Islam adalah wujud dari upaya menerjemahkan Islam
sebagai rahmatan lil ‘alamin, dimana Islam memiliki nilai-nilai
universal yang mampu masuk ke dalam setiap sendi kehidupan manusia tidak hanya
aspek spiritual semata namun turut pula masuk dalam aspek duniawi termasuk di
dalamnya dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Ekonomi Islam yang tengah
berkembang saat ini baik tataran teori maupun praktik merupakan wujud nyata
dari upaya operasionalisasi Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, dengan
melalui proses panjang dan akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan
jaman. Perkembangan teori ekonomi Islam telah dimulai pada masa Rasulullah
dengan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan ekonomi seperti QS
Al-Baqarah ayat 275 dan 279 tentang jual beli dan riba; QS Al-Baqarah ayat 282
tentang pencatatan transaksi muamalah; QS Al-Maidah ayat 1 tentang akad; QS
Al-A’raf ayat 31, An-Nisaa’ ayat 5 dan 10 tentang pengaturan pencarian, penitipan
dan pembelanjaan harta; serta masih banyak ayat lainnya yang menjelaskan
tentang berbagai aktivitas ekonomi masyarakat. Ayat-ayat di atas ini
memperlihatkan bahwa Islam pun telah menetapkan pokok aturan mengenai ekonomi
meskipun pada masih bersifat umum dan praktik implementasi di lapangan akan
saling berbeda antar generasi dan jaman.
Para pemikir muslim yang mendalami ekonomi Islam juga hingga kini belum
ada kesatuan pandangan dalam mengkonstruksi teori ekonomi Islam. Terdapat
perbedaan penafsiran, pendekatan, dan metodologi yang dibangun dalam membentuk
konsep ekonomi Islam. Hal ini karena adanya perbedaan latar belakang
pendidikan, keahlian, dan pengalaman yang dimiliki. Beberapa definisi dan
pengertian Ekonomi Islam telah dikemukakan oleh para pakar yang
mengembangkan keilmuan ini.
Maqashid al-Syari’ah menjelaskan pengertian yang terkandung dalam istilah, yaitu
tujuan-tujuan dan rahasia-rahasia yang diletakkan Allah dan terkandung dalam
setiap hukum untuk keperluan pemenuhan manfaat umat. Atau tujuan dari Allah
menurunkan syari’at,adalah untuk mewujudkan kemashlahatan manusia di dunia dan
akhirat
B. Perumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan konsep etika bisnis islam?
2.
Bagaimana etika bisnis dalam perspektif islam berdasarkan pemikiran Imam
Al Ghazali, Syekh Haider Naqvi dan Dr. Supawi Pawenang, SE, MM.?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui maksud dari
etika bisnis islam.
2. Untuk mengetahui dan membandingkan pemikiran teori ekonomi dan etika
dalam berbisnis meurut Imam Al Ghazali, Syekh Haider Naqvi dan Dr. Supawi
Pawenang.
D. Manfaat
Penulisan
Agar
dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta
dapat dijadikan referensi pengusaha untuk berperilaku sesuai etika dalam syariat islam.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A. Pengertian Etika
Secara etimologi, kata etika berasal
dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti sikap, cara berpikir, watak
kesusilaa atau adat. Kata ini identik dengan perkataan moral yang berasal dari
kata mos yang dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga adat atau cara
hidup. Etika dan moral memiliki arti yang sama, namun dalam pemakaian
sehari-harinya ada sedikit perbedaan.
Menurut K. Bertens dalam buku Etika,
merumuskan pengertian etika kepada tiga pengertian ; Pertama, etika digunakan
dalam pengertian nilai-niai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, etika
dalam pengertian kumpulan asas atau nilai-nilai moral atau kode etik. Ketiga,
etika sebagai ilmu tentang baik dan buruk. Penulis
lainnya Magnis Suseno(1989) dan sony keraf (1991) yang intinya menyatakan bahwa
untuk memahami etika perlu dibedakan moralitas. Moralitas adalah suatu system
nilai tentang bagaimana seseorang harus berperilaku sebagai manusia. Sedangkan
etika berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia
dalam hidupnya. Menurut
Fafik Issa Beekun, etika dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral
yang membedakan baik dan buruk.
Jadi secara etimologis etika adalah
ajaran atau ilmu tentag adat kebiasaan yang berkenaan dengan kebiasaan baik dan
buruk, yangditerima umum mengenai sikap, perbuatan, kewajiban dansebagainya. Di
Indonesia, pengabaian etika bisnis sudah banyak terjadi khususunya oleh para
konglomerat. Munculnya penolakan terhadap etika bisnis, dilatari oleh sebuah
paradigma klasik, bahwa ilmu ekonomi harus bebas nilai (value free).
Etika bisnis hanyalah mempersempit ruang gerak keuntungan ekonomis.
Padahal, prinsip ekonomi, menurut mereka, adalah mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya.
B. Pengertian Bisnis
Kata bisnis dalam
Al-Qur’an biasanya yang digunakan al-tijarah, al-bai’, tadayantum,
dan isytara. Tetapi yang seringkali digunakan yaitu al-tijarah dan
dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara,
tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun
walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut kamus al-munawwir). Bisnis dapat diartikan dengan usaha yang dilakukan
perusahaan dengan menyediakan produk barang atau jasa dengan tujuan memperoleh
nilai lebih atau laba. Dalam system kapitalis bisnis dijalankan untuk
mendapatkan laba bagi pemilik yang juga
bebas untu menjalankannya. Namun konsumen juga memiliki kebebasan untuk
memilih. Untuk itu harus diperhitungkan apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumen.
C. Pengertian etika bisnis
Etika bisnis merupakan salah
satu bagian dari prinsip etika yang diterapkan dalam dunia bisnis (Lozano,
1996). Epstein (1989) menyatakan etika bisnis sebagai sebuah perpektif analisis
etika di dalam bisnis yang menghasilkan sebuahh proses dan sebuah kerangka
kerja untuk membatasi dan mengevaluasi tindakan-tindakan individu, organisasi
dan terkadang masyarakat social. David (1998). Etika bisnis adalah aturan main
prinsip dalam organisasiyang menjadi pedoma membuat keputusan dan tingkah laku.
Etika bisnis adalah etika pelaku bisnis, bisa saja manajer, karyawan, konsumen
dan masyarakat. Sebagai cabang filsafat etika,
maka etika bisnis tidak lain merupakan penerapan prinsip-prinsip etika
dengan pendekatan filsafat dalam kegiatan dan program bisnis.
D. Pengertian etika bisnis dari perspektif islam
Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tetntang etika
bisnis, maka landasan filosofis yang harus dibangun dalam pribadi Muslim adalah
adanya konsepsi hubungan manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan
manusia dengan Tuhannya. Pada dasarnya, etika berpengaruh terhadap para pelaku
bisnis, terutama dalam hal kepribadian, tindakan dan perilakunya. Etika ialah
teori tentang perilaku perbuatan manusia, dipandang dari nilai baik dan buruk,
sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. Etika lebih bersifat teori yang
membicarakan bagaimana seharusnya, sedangkan moral lebih bersifat praktik yang
membicarakan bagaimana adanya. Etika lebih kepada menyelidik, memikirkan dan
mempertimbangkan tentang yang baik dan buruk sedangkan moral menyatakan ukuran
yang baik tentang tindakan manusia dalam kesatuan social tertentu. Ihwal pentingnya etika dalam bisnis,
A. Sonny Keraf, mengatakan, “Jika bisnis tidak punya etika, apa gunanya kita
berbicara mengenai etika dan apa pula gunanya kita berusaha merumuskan berbagai
prinsip moral yang dapat dipakai dalam bidang kegiatan yang bernama bisnis.
Paling tidak adalah tugas etika bisnis untuk pertama-tama memperlihatkan bahwa
memang bisnis perlu etika, bukan hanya berdasarkan tuntutan etis belaka
melainkan juga berdasarkan tuntutan kelangsungan bisnis itu sendiri. Etika bersama agama berkaitan erat
dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Islam
meletakkan “Teks Suci” sebagai dasar kebenaran, sedangkan filsafat Barat
meletakkan “Akal” sebagai dasar. Etika dapat didefinisikan sebagai seperangkat
prinsip moral yang membedakan yang baik dari yang buruk. Etika bisnis,
kadangkala merujuk pada etika manajemen atau etika organisasi, yang sederhana
membatasi kerangka acuannya pada konsepsi sebuah organisasi. Secara sederhana
mempelajari etika dalam bisnis berarti mempelajari tentang mana yang baik atau
buruk, benar atau salah dalam dunia bisnis berdasarkan kepada prinsip-prinsip
moralitas.
Dalam Islam, istilah yang paling dekat berhubungan dengan
istilah etika didalam al-Qur’an adalah khuluq. Tindakan yang terpuji
disebut sebagai shalihat dan tindakan tercela disebut sayyi’at.
Teori etika Islam pasti bersumber dari prinsip keagamaan. Teori etika yang
bersumber dari keagamaan tidak akan hilang substansi teorinya. Keimanan
menentukan perbuatan, keyakinan menentukan perilaku. Substansi utama tentang
etika dalam Islam antara lain:
1 . Hakikat Benar (birr) dan
salah.
2 . Masalah Free Will dan
hubungannya dengan kemahakuasaan Tuhan dan tanggung jawab manusia
3 .
Keadilan Tuhan dan realitas keadilan-Nya dihari kemudian.
Etika Islam memiliki aksioma
(asumsi), yaitu:
1.
Unity (persatuan): konsep tauhid, aspek sosekpol dan alam,
semuanya milik Allah, dimensi vertikal, dan menghindari diskriminasi di segala
aspek, serta menghindari kegiatan yang tidak etis.
2. Equilibrium (keseimbangan): konsep
adil, dimensi horizontal, jujur dalam bertransaksi, tidak saling merugikan.
3. Free will (kehendak bebas):
kebebasan melakukan kontrak namun menolak laizez fire (invisible hand), karena
nafs amarah cenderung mendorong pelanggaran sistem responsibility
(tanggungjawab), manusia harus bertanggungjawab atas perbuatannya. Apabila
orang lain melakukan hal yang tidak etis tidak berarti boleh ikut-ikutan.
4 .
benevolence (manfaat/ kebaikan hati): ihsan atau perbuatan
harus yang bermanfaat.
Sejumlah pedoman umum menuntun kode
etik Islam dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari maupun dalam bisnis.
Kaum muslim dituntut untuk bertindak secara Islami dalam bisnis mereka karena
Allah SWT akan menjadi saksi dalam setiap transaksi yang mereka lakukan. Secara
prinsip aktifitas bisnis didalam Islam tidak boleh lepas dari nilai-nilai
spiritual. sebagaimana aktifitas bisnis tidak dapat terpisahkan dari nilai-nilai
akhlaqi. Sehingga antara agama, etika dan bisnis saling berkaitan antara satu
sama lain. Dalam hal ini bisnis yang menguntungkan adalah bisnis yang sesuai
dengan ajaran Qur’ani yaitu yang didalamnya terdapat kolaborasi antara bisnis,
etika dan agama. Dapat disimpulkan bahwa makna etika didalam bisnis sangatlah
penting. Ini tidak hanya berlaku dalam bisnis Islam tetapi juga bisnis pada
umumnya. Karena dengan adanya etika, aktifitas bisnis dapat berjalan rapi,
seimbang dan tentunya dengan hasil yang memuaskan. Dengan adanya etika, maka
aturan-aturan dalam dunia bisnis dapat terbentuk. Tentunya akan lebih utama
apabila aturan-aturan dalam bisnis dapat menerapkan etika yang Islami sesuai
dengan ajaran syar’i. Begitu pula dengan adanya etika, akan semakin menurun
adanya praktik-praktik bisnis yang kejam serta bisnis-bisnis yang semakin
membuat orang lain semakin miskin.
BAB III
PEMBAHASAN
Pandangan
Al-Ghazali tentang Etika Bisnis
Menurut
al-Ghazali akhlak adalah keadaan batin yang menjadi sumber lahirnya suatu
perbuatan di mana perbuatan itu lahir secara spontan, mudah, tanpa menghitung
untung rugi. Orang yang berakhlak baik, ketika menjumpai orang lain yang perlu
ditolong maka ia secara spontan menolongnya tanpa sempat memikirkan resiko.
Demikian juga orang yang berakhlak buruk secara spontan melakukan kejahatan
begitu peluang terbuka.
Etika atau akhlak menurut pandangan al-Ghazali bukanlah
pengetahuan (ma’rifah) tentang baik dan jahat atau kemauan (qudrah) untuk baik
dan buruk, bukan pula pengamalan (fi’il) yang baik dan jelek, melainkan suatu
keadaan jiwa yang mantap. Menurut al-Ghazali watak manusia pada dasarnya ada dalam
keadaan seimbang dan yang memperburuk itu adalah lingkungan dan pendidikan.
Kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan itu tercantum dalam syariah dan
pengetahuan akhlak.
Berikut adalah beberapa gagasan Imam
Al-Ghazali tentang etika yang harus disertakan dalam aktivitas bisnis.
1. Keseimbangan Dunia dan
Akhirat
Salah satu gagasan Al-Ghazali yang paling penting
mengenai urusan ekonomi dan bisnis ialah bahwasannya segala kerja keras yang
dilakukan di dunia ini bukan hanya untuk kehidupan sesaat, namun lebih
dari itu, yaitu kehidupan hakiki di akhirat kelak. Kegiatan ekonomi seorang
muslim meliputi waktu yang lebih luas, dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, Islam senantiasa menyerukan umatnya
untuk bekerja dan melarang segala bentuk kemalasan dan berpangku tangan. Islam
memerintah kerja sebagai sebuah kewajiban bagi seluruh kaum muslim, dimana
status manusia yang paling hakiki ditentukan oleh produktivitas kerjanya.
2. Kemashlahatan
(Kesejahteraan Sosial)
Pandangan Al-Ghazali tentang sosial-ekonominya didasarkan
pada konsep yang disebut dengan fungsi kesejahteraan social (Mashlahah).
Menurut Mustafa Anas Zarqa, Al-Ghazali merupakan cendikiawan muslim pertama
yang merumuskan konsep fungsi kesejahteraan (maslahah) sosial. Al-Ghazali
mengajukan teori maqshid al-syari’ah dengan membatasi pemeliharaan
syari’ah pada lima unsur utama yaitu agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta
benda.Tema yang menjadi pangkal tolak ukur dari seluruh karyanya adalah konsep
maslahat atau kesejahteraan sosial, yakni konsep yang mencangkup semua
aktivitas manusia dan membuat kaitan yang erat antara individu dengan
masyarakat. Ia menjabarkan kesejahteraan sosial tersebut dalam kerangka hiraki
kebutuhan individu dan sosial. Adapun hirarki tingkatan tersebut adalah:
a.
Dharuriyyah, terdiri dari seluruh kativitas dan hal-hal yang
bersifat esensial untuk memelihara kelima prinsip tersebut.
b. Hajjiyyah, terdiri dari seluruh
aktivitas dan hal-hal yang tidak vital bagi pemeliharaan kelima prinsip
tersebut, tetapi dibutuhkan untuk meringankan dan menghilangkan rintangan dan
kesukaran hidup.
c.
Tahsiniyyah, yaitu berbagi aktivitas dan hal-hal yang melewati
batas hajah.
3. Nilai-nilai Kebaikan
Dalam praktek ekonomi dan bisnis Al-Ghazali memberikan
rekomendasi agar para ekonom atau pembisnis Islam memperhatikan masalah moral
dalam berbisnis. Ia menyebutkan beberapa cara untuk mempraktekan perilaku baik
dalam berbisnis, diantaranya ialah:
a.
Menghindari diri untuk mengambil keuntungan secara
berlebihan.
b. Rela merugi ketika melakukan
transaksi dengan orang miskin.
c. Kemurahan hati dalam menagih hutang.
d. Kemuran hati dalam membayar hutang.
e. Mengabulkan permintaan pembeli jika
untuk membatalkan jual beli jika pihak pembeli menghendakinya atau sebaliknya.
f. Menjual makanan kepada orang miskin
dengan cara angsuran dengan maksud tidak meminta bayaran bilamana mereka belum
mempunyai uang dan membebaskan mereka dari pembayaran jika meninggal dunia.
4. Jauh dari Perbuatan Riba
Dalam Al-Quran, Riba telah jelas keharamannya. Oleh sebab
itu al-Ghazali mengingatkan bagi para pedagang mata uang dan memperjualbelikan
emas dan perak, serta bahan makanan pokok untuk berhati-hati menjaga diri dari
riba nasi‘ah dan fadl. Bagi al-GhazalĂ®, larangan riba adalah
bersifat muthlak. Argument yang dikemukakan beliau adalah bukan hanya sebagai
perbuatan dosa, namun memberokan kemungkinan terjadinya eksploitasi dan
ketidakadilan dalam transaksi.
Oleh sebab itu, seorang ekonom/pembisnis Islam harus
menjauhkan aktivitas ekonomi dan bisnisnya dari perbuatan yang berbau unsur
riba. Dan jangan berharap dengan melakukan tansaksi riba uang atau hartanya
akan bertambah.
Pandangan
Syekh Haider Naqvi tentang Etika Bisnis
A. Hakekat Ilmu Ekonomi Islam
Dalam Islam, kegiatan ekonomi merupakan satu bagian dari
mu'amalah, dengan kegiatan politik dan sosial sebagai bagian lainnya. Kegiatan
ekonomi itu sendiri dapat diturunkan lagi menjadi pola konsumsi, simpanan dan
investasi.
Islam adalah
agama yang sarat etika. Dengan etika konsumsi dalam Islam, perlu ditegaskan
dengan prinsip-prinsip etika dalam Islam. Menegnai etika Islam banyak
dikemukakan oleh para ilmuwan, sedang pengembangan yang sistematis dengan latar
belakang ekonomi tentang sistem etika Islam secara garis besar dapat dibagi
menjadi empat kelompok aksioma, sebagaimana dikupas Naqvi (1985). Naqvi
mengelompokkan ke dalam empat aksioma pokok, yaitu Kesatuan (Unity atau Tauhid),
Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium atau Al-‘Adl wal Ihsan),
Kebebasan (Free will atau Ikhtiyar), Tanggungjawab (Responsibility atau
Fardh)
1. Tauhid
(unity/kesatuan)
Karakteristik
utama dan pokok dalam Islam adalah "tauhid". Menurut Qardhawi membagi
tauhid menjadi dua kriteria, yaitu Rabbaniyyah ghayyah (tujuan) dan wijhah
(sudut pandang). Kriteria yang pertama menunjukkan maksud bahwa tujuan akhir
dan sasaran Islam adalah jauh ke depan, yaitu menjaga hubungan dengan Allah
secara baik dan mencapai ridha-Nya, sehingga pengabdian kepada Tuhan merupakan
tujuan akhir, sasaran, puncak cita-cita, usaha, dan kerja keras manusia dalam
kehidupan (fana) ini. Ini berarti bahwa Islam
(baik sebagai syari'at, bimbingan) semata-mata dimaksudkan hanya untuk
menyiapkan manusia supaya menjadi seorang yang muhsin, sehingga ruh dan
globalitas Islam adalah tauhid.
2. 'Adl (equillibrium/keadilan).
'Adl merupakan salah satu pokok etika Islam. Kata al-'adl
berarti sama (rata) sepadan, ukuran (takaran), keseimbangan. Sehubunagn dengan
masalah adil atau keadilan, Muthahhari mendefinisikan keadilan menjadi empat
pengertian, yaitu: 1) keadaan sesuatu yang seimbang; 2) persamaan dan penafikan
segala bentuk diskriminasi; 3) pemeliharaan hak-hak individu dan pemberian hak
kepada setiap orang yang berhak menerima; dan 4) memelihara hak bagi kelanjutan
eksistensi (keadilan Tuhan). Keadilan adalah hak-hak nyata yang mempunyai
realitas, artinya bahwa keadilan tidak dapat disamakan dengan keseimbangan.
Sementara itu, Khursid Ahmad mengatakan, kata 'adl dapat diartikan seimbang (balance)
dan setimbang (equilibrium). Atas dasar ini, ia menyebutkan bahwa konsep
'adl dalam persepsi Islam adalah "keadilan ilahi".
3. Free Will (kehendak bebas)
Dalam kerangka,
kehendak bebas atau otonomi manusia untuk bertingkah laku, bukan berarti bahwa
"Tuhan telah mati", sebagaimana yang dikemukakan oleh Neitzsche dan
Sartrein. Kehenbdak bebas yang dimaksud adalah prinsip yang mengantarkan
seorang muslim meyakini bahwa Allah SWT memiliki kebebasan mutlak dna Dia
menganugerahkan kepada manusia kebebasan untuk memilih jalan (baik maupun
buruk) yang terbentang di hadapannya. Dengan demikian, manusia yang baik di
sisi-Nya adalah manusia yang mampu menggunakan kebebasan itu dalam rangka
penerapan tauhid dan al'adl.
4.
Amanah
(responsibility/pertanggungjawaban). Efek dari kehendak bebas adalah
pertanggungjawaban. Dengan kata lain, setelah manusia melakukan perbuatan maka
ia harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Prinsip tanggungjawab dalam
Islam dikenalkan dengan tanggungjawab secara individu maupun kolektif, yaitu
konsep fardhu 'ain dan fardhu kifayah.
Naqvi
mampu membuktikan bagaimana konsep tauhid dan keseimbangan dapat
digunakan
sebagai sarana-sarana analitis untuk menyusun landasan teori ekonomi Islam.
Meskipun sebagian dari kesimpulan-kesimpulannya agak terlalu sederhana, ,dia
menyediakan bukan hanya sarana-sarana bagi analisis dan menuntun pencarian,
tetapi juga menghasilkan kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk dijalankan. Namun
demikian, Naqvi belum mampu menemukan dan membangun lembaga-lembaga yang dapat
menyingkirkan bunga. Oleh karena itu, riba-yang bertentangan dengan kerangka
aksiomatis yang disusunnya-dapat menjalankan fungsi-fungsi yang diinginkan dalam
masyarakat dan memainkan peranan yang berguna untuk hendaknya diterima sampai
tiba waktunya ketika bunga dapat digantikan oleh mekanisme finansial yang dibenarkan
dalam Islam dan terjadi perubahan-perubahan struktural yang bercakupan.
Pandangan Dr. Supawi Pawenang tentang Etika
Bisnis
Menurut
Dr. Supawi Pawenang Islam memandang manusia
dalam suatu keutuhan. Gambaran singkatnya tentang manusia seperti tertuang
dalam QS Ali ‘Imron (3):110. Konsep tentang umat yang baik ditandai dengan
melakuka tiga hal yang ada dalam ayat tadi, yaitu amar ma’ruf (kebaikan), ‘anil
munkar (upaya membebaskan diri dan manusia lain dari ketertindasan dan
keterkekangan, yang ini juga diistilahkan sebagai
liberasi), dan beriman kepada Tuhan (yang ini merupakan proses transendensi). Rahmatan
lil alamin pada intinya adalah pesan dasar al Qur’an. Indikator tercapainya
rahmatan lil alamin adalah ketika amr ma’ruf nahy munkar itu
tegak.
Dalam konteks ini, kita mewujudkan perintah Tuhan,
yaitu ajakan kepada yang ma’ruf dan khayr. Dua-duanya berarti
“kebaikan”, tetapi ada perbedaannya. Khayr itu kebaikan yang bersifat
universal, sedang ma’ruf itu sesuatu yang dikenal sebagai baik dan ada
kaitannya dengan adat dan kontekstual, terkait dengan ruang dan waktu. Khayr
bersifat normatif universal,sedangkan ma’ruf bersifat
operatifkondisional.20 Jadi, umat Islam
seharusnya mengangkat ajaran Islam pada tataran high level generalization (alkhayr),
dan mengkonkritkan dalam al ma’ruf. Manusia tidak boleh menyalahgunakan,
memonopoli, ataupun mengeksploitasi. Kalau ini terjadi, maka itulah rahmatan
lil alamin tercapai. Hal ini yang harus diterapkan dalam melaksanakan
aktivitas bisnis. Jadi antara ibadah dan muamalah harus seimbang.
Kesimpulan
Prakek berbisnis sangat erat kaitannya
dengan permasalahan etika. Hal ini yang seringkali menjadikan bisnis terkadang
dianggap kejam, tidak berperikemanusiaan, dan sebagainya. Oleh karenanya Islam
menginginkan bisnis haruslah berdasarkan pada etika. Karena apabila bisnis
tidak diatur dalam etikanya seringkali bisnis menghalalkan segala cara. Dalam
Islam etika bisnis sangat dijaga agar nantinya dalam prakteknya bisnis tetap
dapat berada dalam koridor keIslaman dan tidak menyalahi aturan yang
seharusnya.
Etika berbisnis menurut Islam
menyangkut tentang sedikitnya tiga hal. Yang pertama hakikat benar dan salah. Kedua,
tentang masalah free will dan hubungan kemahakuasaan Tuhan dan tanggung jawab
manusia. Ketiga, Keadilan Tuhan dan Realitas keadilan-Nya dihari kemudian. Hal
yang ketiga ini menjadi puncak pengembaraan dalam berbisnis. Karena penentuan
mengenai praktek bisnis yang selama ini dilakukan akan mendapatkan keadilan
Tuhan. Tentunya realitas keadilan Tuhan akan ditunjukkan pada hari kemudian.
Oleh karenanya dalam berbisnis haruslah benar-benar dikonsep secara sistematis,
sesuai dengan apa yang telah dianjurkan oleh agama. Sehingga nantinya dari konsep
berbisnis tersebut dapat dipertanggungjawabkan di depan Allah SWT.Inti dari
kesemuanya itu setelah mengetahui tentang bisnis secara Islami, kemudian
mengetahui bidang-bidang bisnis yang dapat dijadikan sebagai peluang usaha
serta mengetahui etika berbisnis dalam Islam, diharapkan nantinya pelaku bisnis
dapat menjalankan bisnisnya secara halal, penuh berkah dan manfaat, serta dapat
dipandang sebagai ibadah
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Cayet, http://alcayet.blogspot.com/2012/02/etika-imam-al-ghazali-selayang-pandang.html
Bertens, K., 1997.Etika,Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
David, Fredd R., 1998, “Konsep Manajemen Strategi” (terjemahan Drs. Alexander sindoro) Jakarta : PT Prenhallindo.
Fafik Issa Beekun, 1995, Islamic Business Ethics.
IIIT
Epstein, E.M. 1989,Business Ethics, Corporate Good
Citizenship and The Corporate Social Process: A View From United States. Journal of Business Ethics, vol.8.
Ernawan, Erni R., 2011.Business Ethics, Bandung: Alfabeta
Keraf, Sony, 2002, Etika Lingkungan, Jakarta
: Penerbit Buku Kompas.
Magnis-Suseno, Frans, 1989, “Etika Dasar,
Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral”, Yogyakarta, Penerbit Kanisius.
Muhammad Kamal Zubair, M. Ag., Aksioma Etika dalam Ilmu Ekonomi Islam
Supawi Pawenang, Genealogi Sekularisme Pada Ilmu Manajemen
Supawi Pawenang, Islam
Dan Manajemen Kebenaran
Maaf melenceng, video bisa di subscribe, like, comment, dan share ya
Maaf melenceng, video bisa di subscribe, like, comment, dan share ya
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.