Saturday, March 25, 2017

IMPLIKASI FILSAFAT DAN AKSIOMA ISLAM DALAM ETIKA BISNIS

MAKALAH ETIKA BISNIS ISLAM
IMPLIKASI FILSAFAT DAN AKSIOMA ISLAM DALAM ETIKA BISNIS



PENYUSUN :
TESSA MILTASARI                 1651010443



JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG  





 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perkembangan ekonomi Islam adalah wujud dari upaya menerjemahkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, dimana Islam memiliki nilai-nilai universal yang mampu masuk ke dalam setiap sendi kehidupan manusia tidak hanya aspek spiritual semata namun turut pula masuk dalam aspek duniawi termasuk di dalamnya dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Ekonomi Islam yang tengah berkembang saat ini baik tataran teori maupun praktik merupakan wujud nyata dari upaya operasionalisasi Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, dengan melalui proses panjang dan akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. Perkembangan teori ekonomi Islam telah dimulai pada masa Rasulullah dengan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan ekonomi seperti QS Al-Baqarah ayat 275 dan 279 tentang jual beli dan riba; QS Al-Baqarah ayat 282 tentang pencatatan transaksi muamalah; QS Al-Maidah ayat 1 tentang akad; QS Al-A’raf ayat 31, An-Nisaa’ ayat 5 dan 10 tentang pengaturan pencarian, penitipan dan pembelanjaan harta; serta masih banyak ayat lainnya yang menjelaskan tentang berbagai aktivitas ekonomi masyarakat. Ayat-ayat di atas ini memperlihatkan bahwa Islam pun telah menetapkan pokok aturan mengenai ekonomi meskipun pada masih bersifat umum dan praktik implementasi di lapangan akan saling berbeda antar generasi dan jaman.
Para pemikir muslim yang mendalami ekonomi Islam juga hingga kini belum ada kesatuan pandangan dalam mengkonstruksi teori ekonomi Islam. Terdapat perbedaan penafsiran, pendekatan, dan metodologi yang dibangun dalam membentuk konsep ekonomi Islam. Hal ini karena adanya perbedaan latar belakang pendidikan, keahlian, dan pengalaman yang dimiliki. Beberapa definisi dan pengertian Ekonomi Islam  telah dikemukakan oleh para pakar yang mengembangkan keilmuan ini.
Maqashid al-Syari’ah menjelaskan pengertian yang terkandung dalam istilah, yaitu tujuan-tujuan dan rahasia-rahasia yang diletakkan Allah dan terkandung dalam setiap hukum untuk keperluan pemenuhan manfaat umat. Atau tujuan dari Allah menurunkan syari’at,adalah untuk mewujudkan kemashlahatan manusia di dunia dan akhirat
B.     Perumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan konsep etika bisnis islam?
2.      Bagaimana etika bisnis dalam perspektif islam berdasarkan pemikiran Imam Al Ghazali, Syekh Haider Naqvi dan Dr. Supawi Pawenang, SE, MM.?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui maksud dari etika bisnis islam.
2.      Untuk mengetahui dan membandingkan pemikiran teori ekonomi dan etika dalam berbisnis meurut Imam Al Ghazali, Syekh Haider Naqvi dan Dr. Supawi Pawenang.
D.    Manfaat Penulisan
Agar dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat dijadikan referensi pengusaha untuk berperilaku sesuai etika dalam syariat islam.


BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Pengertian Etika
Secara etimologi, kata etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti sikap, cara berpikir, watak kesusilaa atau adat. Kata ini identik dengan perkataan moral yang berasal dari kata mos yang dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga adat atau cara hidup. Etika dan moral memiliki arti yang sama, namun dalam pemakaian sehari-harinya ada sedikit perbedaan.
Menurut K. Bertens dalam buku Etika, merumuskan pengertian etika kepada tiga pengertian ; Pertama, etika digunakan dalam pengertian nilai-niai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, etika dalam pengertian kumpulan asas atau nilai-nilai moral atau kode etik. Ketiga, etika sebagai ilmu tentang baik dan buruk. Penulis lainnya Magnis Suseno(1989) dan sony keraf (1991) yang intinya menyatakan bahwa untuk memahami etika perlu dibedakan moralitas. Moralitas adalah suatu system nilai tentang bagaimana seseorang harus berperilaku sebagai manusia. Sedangkan etika berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Menurut Fafik Issa Beekun, etika dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan baik dan buruk.
Jadi secara etimologis etika adalah ajaran atau ilmu tentag adat kebiasaan yang berkenaan dengan kebiasaan baik dan buruk, yangditerima umum mengenai sikap, perbuatan, kewajiban dansebagainya. Di Indonesia, pengabaian etika bisnis sudah banyak terjadi khususunya oleh para konglomerat. Munculnya penolakan terhadap etika bisnis, dilatari oleh sebuah paradigma klasik, bahwa ilmu ekonomi harus bebas nilai (value free). Etika  bisnis hanyalah mempersempit ruang gerak keuntungan ekonomis. Padahal, prinsip ekonomi, menurut mereka, adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
B.     Pengertian Bisnis
Kata bisnis dalam Al-Qur’an biasanya yang digunakan al-tijarah, al-bai’, tadayantum, dan isytara. Tetapi yang seringkali digunakan yaitu al-tijarah dan dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut kamus al-munawwir). Bisnis dapat diartikan dengan usaha yang dilakukan perusahaan dengan menyediakan produk barang atau jasa dengan tujuan memperoleh nilai lebih atau laba. Dalam system kapitalis bisnis dijalankan untuk mendapatkan laba  bagi pemilik yang juga bebas untu menjalankannya. Namun konsumen juga memiliki kebebasan untuk memilih. Untuk itu harus diperhitungkan apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumen.
C.     Pengertian etika bisnis
Etika bisnis merupakan salah satu bagian dari prinsip etika yang diterapkan dalam dunia bisnis (Lozano, 1996). Epstein (1989) menyatakan etika bisnis sebagai sebuah perpektif analisis etika di dalam bisnis yang menghasilkan sebuahh proses dan sebuah kerangka kerja untuk membatasi dan mengevaluasi tindakan-tindakan individu, organisasi dan terkadang masyarakat social. David (1998). Etika bisnis adalah aturan main prinsip dalam organisasiyang menjadi pedoma membuat keputusan dan tingkah laku. Etika bisnis adalah etika pelaku bisnis, bisa saja manajer, karyawan, konsumen dan masyarakat. Sebagai cabang filsafat etika,  maka etika bisnis tidak lain merupakan penerapan prinsip-prinsip etika dengan pendekatan filsafat dalam kegiatan dan program bisnis.
D.    Pengertian etika bisnis dari perspektif islam
Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tetntang etika bisnis, maka landasan filosofis yang harus dibangun dalam pribadi Muslim adalah adanya konsepsi hubungan manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhannya. Pada dasarnya, etika berpengaruh terhadap para pelaku bisnis, terutama dalam hal kepribadian, tindakan dan perilakunya. Etika ialah teori tentang perilaku perbuatan manusia, dipandang dari nilai baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. Etika lebih bersifat teori yang membicarakan bagaimana seharusnya, sedangkan moral lebih bersifat praktik yang membicarakan bagaimana adanya. Etika lebih kepada menyelidik, memikirkan dan mempertimbangkan tentang yang baik dan buruk sedangkan moral menyatakan ukuran yang baik tentang tindakan manusia dalam kesatuan social tertentu. Ihwal pentingnya etika dalam bisnis, A. Sonny Keraf, mengatakan, “Jika bisnis tidak punya etika, apa gunanya kita berbicara mengenai etika dan apa pula gunanya kita berusaha merumuskan berbagai prinsip moral yang dapat dipakai dalam bidang kegiatan yang bernama bisnis. Paling tidak adalah tugas etika bisnis untuk pertama-tama memperlihatkan bahwa memang bisnis perlu etika, bukan hanya berdasarkan tuntutan etis belaka melainkan juga berdasarkan tuntutan kelangsungan bisnis itu sendiri. Etika bersama agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Islam meletakkan “Teks Suci” sebagai dasar kebenaran, sedangkan filsafat Barat meletakkan “Akal” sebagai dasar. Etika dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dari yang buruk. Etika bisnis, kadangkala merujuk pada etika manajemen atau etika organisasi, yang sederhana membatasi kerangka acuannya pada konsepsi sebuah organisasi. Secara sederhana mempelajari etika dalam bisnis berarti mempelajari tentang mana yang baik atau buruk, benar atau salah dalam dunia bisnis berdasarkan kepada prinsip-prinsip moralitas.
Dalam Islam, istilah yang paling dekat berhubungan dengan istilah etika didalam al-Qur’an adalah khuluq. Tindakan yang terpuji disebut sebagai shalihat dan tindakan tercela disebut sayyi’at. Teori etika Islam pasti bersumber dari prinsip keagamaan. Teori etika yang bersumber dari keagamaan tidak akan hilang substansi teorinya. Keimanan menentukan perbuatan, keyakinan menentukan perilaku. Substansi utama tentang etika dalam Islam antara lain:
1        .      Hakikat Benar (birr) dan salah.
2        .      Masalah Free Will dan hubungannya dengan kemahakuasaan Tuhan dan tanggung jawab manusia
3        .      Keadilan Tuhan dan realitas keadilan-Nya dihari kemudian.
Etika Islam memiliki aksioma (asumsi), yaitu:
          1.      Unity (persatuan): konsep tauhid, aspek sosekpol dan alam, semuanya milik Allah, dimensi vertikal, dan menghindari diskriminasi di segala aspek, serta menghindari kegiatan yang tidak etis.
        2.      Equilibrium (keseimbangan): konsep adil, dimensi horizontal, jujur dalam bertransaksi, tidak saling merugikan.
        3.      Free will (kehendak bebas): kebebasan melakukan kontrak namun menolak laizez fire (invisible hand), karena nafs amarah cenderung mendorong pelanggaran sistem responsibility (tanggungjawab), manusia harus bertanggungjawab atas perbuatannya. Apabila orang lain melakukan hal yang tidak etis tidak berarti boleh ikut-ikutan.
         4 .      benevolence (manfaat/ kebaikan hati): ihsan atau perbuatan harus yang bermanfaat.
Sejumlah pedoman umum menuntun kode etik Islam dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari maupun dalam bisnis. Kaum muslim dituntut untuk bertindak secara Islami dalam bisnis mereka karena Allah SWT akan menjadi saksi dalam setiap transaksi yang mereka lakukan. Secara prinsip aktifitas bisnis didalam Islam tidak boleh lepas dari nilai-nilai spiritual. sebagaimana aktifitas bisnis tidak dapat terpisahkan dari nilai-nilai akhlaqi. Sehingga antara agama, etika dan bisnis saling berkaitan antara satu sama lain. Dalam hal ini bisnis yang menguntungkan adalah bisnis yang sesuai dengan ajaran Qur’ani yaitu yang didalamnya terdapat kolaborasi antara bisnis, etika dan agama. Dapat disimpulkan bahwa makna etika didalam bisnis sangatlah penting. Ini tidak hanya berlaku dalam bisnis Islam tetapi juga bisnis pada umumnya. Karena dengan adanya etika, aktifitas bisnis dapat berjalan rapi, seimbang dan tentunya dengan hasil yang memuaskan. Dengan adanya etika, maka aturan-aturan dalam dunia bisnis dapat terbentuk. Tentunya akan lebih utama apabila aturan-aturan dalam bisnis dapat menerapkan etika yang Islami sesuai dengan ajaran syar’i. Begitu pula dengan adanya etika, akan semakin menurun adanya praktik-praktik bisnis yang kejam serta bisnis-bisnis yang semakin membuat orang lain semakin miskin.      


BAB III
PEMBAHASAN
Pandangan Al-Ghazali tentang Etika Bisnis
Menurut al-Ghazali akhlak adalah keadaan batin yang menjadi sumber lahirnya suatu perbuatan di mana perbuatan itu lahir secara spontan, mudah, tanpa menghitung untung rugi. Orang yang berakhlak baik, ketika menjumpai orang lain yang perlu ditolong maka ia secara spontan menolongnya tanpa sempat memikirkan resiko. Demikian juga orang yang berakhlak buruk secara spontan melakukan kejahatan begitu peluang terbuka. Etika atau akhlak menurut pandangan al-Ghazali bukanlah pengetahuan (ma’rifah) tentang baik dan jahat atau kemauan (qudrah) untuk baik dan buruk, bukan pula pengamalan (fi’il) yang baik dan jelek, melainkan suatu keadaan jiwa yang mantap. Menurut al-Ghazali watak manusia pada dasarnya ada dalam keadaan seimbang dan yang memperburuk itu adalah lingkungan dan pendidikan. Kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan itu tercantum dalam syariah dan pengetahuan akhlak.
Berikut adalah beberapa gagasan Imam Al-Ghazali tentang etika yang harus disertakan dalam aktivitas bisnis.
1.      Keseimbangan Dunia dan Akhirat
Salah satu gagasan Al-Ghazali yang paling penting mengenai urusan ekonomi dan bisnis ialah bahwasannya segala kerja keras yang dilakukan di dunia ini  bukan hanya untuk kehidupan sesaat, namun lebih dari itu, yaitu kehidupan hakiki di akhirat kelak. Kegiatan ekonomi seorang muslim meliputi waktu yang lebih luas, dunia dan akhirat. 
Oleh karena itu, Islam senantiasa menyerukan umatnya untuk bekerja dan melarang segala bentuk kemalasan dan berpangku tangan. Islam memerintah kerja sebagai sebuah kewajiban bagi seluruh kaum muslim, dimana status manusia yang paling hakiki ditentukan oleh produktivitas kerjanya.
2.      Kemashlahatan (Kesejahteraan Sosial)
Pandangan Al-Ghazali tentang sosial-ekonominya didasarkan pada konsep yang disebut dengan fungsi kesejahteraan social (Mashlahah). Menurut Mustafa Anas Zarqa, Al-Ghazali merupakan cendikiawan muslim pertama yang merumuskan  konsep fungsi kesejahteraan (maslahah) sosial. Al-Ghazali mengajukan teori maqshid al-syari’ah dengan membatasi pemeliharaan syari’ah pada lima unsur utama yaitu agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta benda.Tema yang menjadi pangkal tolak ukur dari seluruh karyanya adalah konsep maslahat atau kesejahteraan sosial, yakni konsep yang mencangkup semua aktivitas manusia dan membuat kaitan yang erat antara individu dengan masyarakat. Ia menjabarkan kesejahteraan sosial tersebut dalam kerangka hiraki kebutuhan individu dan sosial. Adapun hirarki tingkatan tersebut adalah:
a.       Dharuriyyah, terdiri dari seluruh kativitas dan hal-hal yang bersifat esensial untuk memelihara kelima prinsip tersebut.
b.      Hajjiyyah, terdiri dari seluruh aktivitas dan hal-hal yang tidak vital bagi pemeliharaan kelima prinsip tersebut, tetapi dibutuhkan untuk meringankan dan menghilangkan rintangan dan kesukaran hidup.
c.       Tahsiniyyah, yaitu berbagi aktivitas dan hal-hal yang melewati batas hajah.
3.  Nilai-nilai Kebaikan
Dalam praktek ekonomi dan bisnis Al-Ghazali memberikan rekomendasi agar para ekonom atau pembisnis Islam memperhatikan masalah moral dalam berbisnis. Ia menyebutkan beberapa cara untuk mempraktekan perilaku baik dalam berbisnis, diantaranya ialah:
a.       Menghindari diri untuk mengambil keuntungan secara berlebihan.
b.      Rela merugi ketika melakukan transaksi dengan orang miskin.
c.       Kemurahan hati dalam menagih hutang.
d.      Kemuran hati dalam membayar hutang.
e.       Mengabulkan permintaan pembeli jika untuk membatalkan jual beli jika pihak pembeli menghendakinya atau sebaliknya.
f.       Menjual makanan kepada orang miskin dengan cara angsuran dengan maksud tidak meminta bayaran bilamana mereka belum mempunyai uang dan membebaskan mereka dari pembayaran jika meninggal dunia.
4.  Jauh dari Perbuatan Riba
Dalam Al-Quran, Riba telah jelas keharamannya. Oleh sebab itu al-Ghazali mengingatkan bagi para pedagang mata uang dan memperjualbelikan emas dan perak, serta bahan makanan pokok untuk berhati-hati menjaga diri dari riba nasi‘ah dan fadl.  Bagi al-GhazalĂ®, larangan riba adalah bersifat muthlak. Argument yang dikemukakan beliau adalah bukan hanya sebagai perbuatan dosa, namun memberokan kemungkinan terjadinya eksploitasi dan ketidakadilan dalam transaksi.
Oleh sebab itu, seorang ekonom/pembisnis Islam harus menjauhkan aktivitas ekonomi dan bisnisnya dari perbuatan yang berbau unsur riba. Dan jangan berharap dengan melakukan tansaksi riba uang atau hartanya akan bertambah.
Pandangan Syekh Haider Naqvi tentang Etika Bisnis
A.    Hakekat Ilmu Ekonomi Islam
Dalam Islam, kegiatan ekonomi merupakan satu bagian dari mu'amalah, dengan kegiatan politik dan sosial sebagai bagian lainnya. Kegiatan ekonomi itu sendiri dapat diturunkan lagi menjadi pola konsumsi, simpanan dan investasi. Islam adalah agama yang sarat etika. Dengan etika konsumsi dalam Islam, perlu ditegaskan dengan prinsip-prinsip etika dalam Islam. Menegnai etika Islam banyak dikemukakan oleh para ilmuwan, sedang pengembangan yang sistematis dengan latar belakang ekonomi tentang sistem etika Islam secara garis besar dapat dibagi menjadi empat kelompok aksioma, sebagaimana dikupas Naqvi (1985). Naqvi mengelompokkan ke dalam empat aksioma pokok, yaitu Kesatuan (Unity atau Tauhid), Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium atau Al-‘Adl wal Ihsan), Kebebasan (Free will atau Ikhtiyar), Tanggungjawab (Responsibility atau Fardh)
1.      Tauhid (unity/kesatuan)
Karakteristik utama dan pokok dalam Islam adalah "tauhid". Menurut Qardhawi membagi tauhid menjadi dua kriteria, yaitu Rabbaniyyah ghayyah (tujuan) dan wijhah (sudut pandang). Kriteria yang pertama menunjukkan maksud bahwa tujuan akhir dan sasaran Islam adalah jauh ke depan, yaitu menjaga hubungan dengan Allah secara baik dan mencapai ridha-Nya, sehingga pengabdian kepada Tuhan merupakan tujuan akhir, sasaran, puncak cita-cita, usaha, dan kerja keras manusia dalam kehidupan (fana) ini. Ini berarti bahwa Islam (baik sebagai syari'at, bimbingan) semata-mata dimaksudkan hanya untuk menyiapkan manusia supaya menjadi seorang yang muhsin, sehingga ruh dan globalitas Islam adalah tauhid.
2.      'Adl (equillibrium/keadilan). 'Adl merupakan salah satu pokok etika Islam. Kata al-'adl berarti sama (rata) sepadan, ukuran (takaran), keseimbangan. Sehubunagn dengan masalah adil atau keadilan, Muthahhari mendefinisikan keadilan menjadi empat pengertian, yaitu: 1) keadaan sesuatu yang seimbang; 2) persamaan dan penafikan segala bentuk diskriminasi; 3) pemeliharaan hak-hak individu dan pemberian hak kepada setiap orang yang berhak menerima; dan 4) memelihara hak bagi kelanjutan eksistensi (keadilan Tuhan). Keadilan adalah hak-hak nyata yang mempunyai realitas, artinya bahwa keadilan tidak dapat disamakan dengan keseimbangan. Sementara itu, Khursid Ahmad mengatakan, kata 'adl dapat diartikan seimbang (balance) dan setimbang (equilibrium). Atas dasar ini, ia menyebutkan bahwa konsep 'adl dalam persepsi Islam adalah "keadilan ilahi".
3.      Free Will (kehendak bebas)
Dalam kerangka, kehendak bebas atau otonomi manusia untuk bertingkah laku, bukan berarti bahwa "Tuhan telah mati", sebagaimana yang dikemukakan oleh Neitzsche dan Sartrein. Kehenbdak bebas yang dimaksud adalah prinsip yang mengantarkan seorang muslim meyakini bahwa Allah SWT memiliki kebebasan mutlak dna Dia menganugerahkan kepada manusia kebebasan untuk memilih jalan (baik maupun buruk) yang terbentang di hadapannya. Dengan demikian, manusia yang baik di sisi-Nya adalah manusia yang mampu menggunakan kebebasan itu dalam rangka penerapan tauhid dan al'adl.
4.      Amanah (responsibility/pertanggungjawaban). Efek dari kehendak bebas adalah pertanggungjawaban. Dengan kata lain, setelah manusia melakukan perbuatan maka ia harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Prinsip tanggungjawab dalam Islam dikenalkan dengan tanggungjawab secara individu maupun kolektif, yaitu konsep fardhu 'ain dan fardhu kifayah.
Naqvi mampu membuktikan bagaimana konsep tauhid dan keseimbangan dapat
digunakan sebagai sarana-sarana analitis untuk menyusun landasan teori ekonomi Islam. Meskipun sebagian dari kesimpulan-kesimpulannya agak terlalu sederhana, ,dia menyediakan bukan hanya sarana-sarana bagi analisis dan menuntun pencarian, tetapi juga menghasilkan kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk dijalankan. Namun demikian, Naqvi belum mampu menemukan dan membangun lembaga-lembaga yang dapat menyingkirkan bunga. Oleh karena itu, riba-yang bertentangan dengan kerangka aksiomatis yang disusunnya-dapat menjalankan fungsi-fungsi yang diinginkan dalam masyarakat dan memainkan peranan yang berguna untuk hendaknya diterima sampai tiba waktunya ketika bunga dapat digantikan oleh mekanisme finansial yang dibenarkan dalam Islam dan terjadi perubahan-perubahan struktural yang bercakupan.
Pandangan Dr. Supawi Pawenang tentang Etika Bisnis
Menurut Dr. Supawi Pawenang Islam memandang manusia dalam suatu keutuhan. Gambaran singkatnya tentang manusia seperti tertuang dalam QS Ali ‘Imron (3):110. Konsep tentang umat yang baik ditandai dengan melakuka tiga hal yang ada dalam ayat tadi, yaitu amar ma’ruf (kebaikan), ‘anil munkar (upaya membebaskan diri dan manusia lain dari ketertindasan dan keterkekangan, yang ini juga diistilahkan sebagai liberasi), dan beriman kepada Tuhan (yang ini merupakan proses transendensi). Rahmatan lil alamin pada intinya adalah pesan dasar al Qur’an. Indikator tercapainya rahmatan lil alamin adalah ketika amr ma’ruf nahy munkar itu tegak.
Dalam konteks ini, kita mewujudkan perintah Tuhan, yaitu ajakan kepada yang ma’ruf dan khayr. Dua-duanya berarti “kebaikan”, tetapi ada perbedaannya. Khayr itu kebaikan yang bersifat universal, sedang ma’ruf itu sesuatu yang dikenal sebagai baik dan ada kaitannya dengan adat dan kontekstual, terkait dengan ruang dan waktu. Khayr bersifat normatif universal,sedangkan ma’ruf bersifat operatifkondisional.20 Jadi, umat Islam seharusnya mengangkat ajaran Islam pada tataran high level generalization (alkhayr), dan mengkonkritkan dalam al ma’ruf. Manusia tidak boleh menyalahgunakan, memonopoli, ataupun mengeksploitasi. Kalau ini terjadi, maka itulah rahmatan lil alamin tercapai. Hal ini yang harus diterapkan dalam melaksanakan aktivitas bisnis. Jadi antara ibadah dan muamalah harus seimbang.
Kesimpulan
Prakek berbisnis sangat erat kaitannya dengan permasalahan etika. Hal ini yang seringkali menjadikan bisnis terkadang dianggap kejam, tidak berperikemanusiaan, dan sebagainya. Oleh karenanya Islam menginginkan bisnis haruslah berdasarkan pada etika. Karena apabila bisnis tidak diatur dalam etikanya seringkali bisnis menghalalkan segala cara. Dalam Islam etika bisnis sangat dijaga agar nantinya dalam prakteknya bisnis tetap dapat berada dalam koridor keIslaman dan tidak menyalahi aturan yang seharusnya.
Etika berbisnis menurut Islam menyangkut tentang sedikitnya tiga hal. Yang pertama hakikat benar dan salah. Kedua, tentang masalah free will dan hubungan kemahakuasaan Tuhan dan tanggung jawab manusia. Ketiga, Keadilan Tuhan dan Realitas keadilan-Nya dihari kemudian. Hal yang ketiga ini menjadi puncak pengembaraan dalam berbisnis. Karena penentuan mengenai praktek bisnis yang selama ini dilakukan akan mendapatkan keadilan Tuhan. Tentunya realitas keadilan Tuhan akan ditunjukkan pada hari kemudian. Oleh karenanya dalam berbisnis haruslah benar-benar dikonsep secara sistematis, sesuai dengan apa yang telah dianjurkan oleh agama. Sehingga nantinya dari konsep berbisnis tersebut dapat dipertanggungjawabkan di depan Allah SWT.Inti dari kesemuanya itu setelah mengetahui tentang bisnis secara Islami, kemudian mengetahui bidang-bidang bisnis yang dapat dijadikan sebagai peluang usaha serta mengetahui etika berbisnis dalam Islam, diharapkan nantinya pelaku bisnis dapat menjalankan bisnisnya secara halal, penuh berkah dan manfaat, serta dapat dipandang sebagai ibadah
DAFTAR PUSTAKA
Al-Cayet, http://alcayet.blogspot.com/2012/02/etika-imam-al-ghazali-selayang-pandang.html
Bertens, K., 1997.Etika,Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
David, Fredd R., 1998, “Konsep Manajemen Strategi (terjemahan Drs. Alexander sindoro) Jakarta : PT Prenhallindo.
Fafik Issa Beekun, 1995, Islamic Business Ethics. IIIT
Epstein, E.M. 1989,Business Ethics, Corporate Good Citizenship and The Corporate Social Process: A View From United States. Journal of Business Ethics, vol.8.
Ernawan, Erni R., 2011.Business Ethics, Bandung: Alfabeta
Keraf, Sony, 2002, Etika Lingkungan, Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Magnis-Suseno, Frans, 1989, “Etika Dasar, Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral”, Yogyakarta, Penerbit Kanisius.
Muhammad Kamal Zubair, M. Ag.,  Aksioma Etika dalam Ilmu Ekonomi Islam
Supawi Pawenang, Genealogi Sekularisme Pada Ilmu Manajemen
Supawi Pawenang, Islam Dan Manajemen Kebenaran


Maaf melenceng, video bisa di subscribe, like, comment, dan share ya

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Laporan Magang Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung Tahun 2020

  LAPORAN MAGANG DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDAR LAMPUNG   Disusun oleh : TESSA MILTASARI              1651010443       ...