MAKALAH KERANGKA DASAR PENYUSUNAN
DAN PENYAJIAN
LAPORAN KEUANGAN SYARIAH
(Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Akuntansi Syariah)
Nama Dosen:Evi Ekawati,SE.,M.Si
Disusun Oleh:
KELOMPOK 6
Tessa Miltasari 1651010443
Diah Damayanti 1651010482
Dina Fatmawati 1651010483
KELAS F
PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN
INTAN LAMPUNG
TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Assalamua’laikum
warahmatullahi wabarokatu
Puji syukur kami ucapkan atas khadirat allah SWT, yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya
sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini disusun sebagai tugas matakuliah “Akuntansi Syariah ” dengan judul “MAKALAH KERANGKA
DASAR PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN SYARIAH”.
kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar dalam
makalah ini baik dari segi kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Kami akhiri “Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarokatuh”
Bandar Lampung, 26 februari 2018
Pemakalah
DAFTAR ISI
JUDUL .................................................................................................................. I
KATA PENGANTAR
........................................................................................... II
DAFTAR ISI
............................................................................................. ..........
III
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah
..................................................................... ... 1
Rumusan Masalah
......................................................................... ............. 1
Tujuan Masalah
........................................................................ .......... 2
BAB II
PEMBAHASAN
Kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan
keuangan
syariah (PSAK)
..................................................................... ..................... 3
Konsep
dasar akuntansi menurut aaoifi dan pemikir islam ...... ........ 19
Perdebatan para
pemikir akuntansi mengenai kerangka akuntansi ........ 23
Beberapa pemikiran ke depan mengenai
akuntansi islam .................. 26
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
........................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... .......... 29
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Proses akuntansi yang dimulai dari identifikasi kejadian dan transaksi hingga
penyajian dalam laporan keuangan, memerlukan sebuah kerangka dasar penyusunan
dan penyajian laporan keuangn. Kerangka dasar atau kerangka konseptual
akuntansi, adalah suatu sistem yang melekat dengan tujuan-tujuan serta sifat
dasar yang mengarah pada standar yang konsisten dan terdiri atas sifat, fungsi
dan batasan dari akuntansi dan laporan keuangan.
Dalam makalah ini kami akan membahas kerangka dasar penyusunan dan penyajian
laporan keuangna syariah. Pembahasan diawali dengan diskusi tentang
perkembangan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah
(KDPPLKS) dan diikuti dengan tujuan KDPPLKS, pemakai laporan keuangan syariah,
tujuan laporan keuangn, asumsi dasar, unsur-unsur laporan keuangan, dan
pengakuan serta pengukuran unsur-unsur laporan keuangan terseut. Relevansi bab
ini adalah sebagai dasar dalam memahami landasan yang digunakan oleh penyusun standar
dalam membuat standar akuntansi standar.
Telah banyak peneliti di bidang akuntansi, baik muslim maupun nonmuslim yang
menelaah teori maupun penelitian tentang tujuan maupun kerangka dasar atas
laporan keuangan syariah. Misalnya, AAOIFI (Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institutions), Dewan Standar Akintansi
Indonesia (DSAK) menusun PSAK Syariah tentang kerangka dasar penyusunan dan
penyajian laporan keuangan.
Kenapa kita mempelajari tentang kerangka dasar laporan keuangan syariah, yaitu
agar kita mampu mengetahui seperti apa kerangka dasar laporan keuangan syariah
setelah mengetahui dasar kerangka laporan keuangan syariah kita akan lebih
mudah untuk membuat laporan keuangan syariah.
2. Rumusan Masalah :
Adapun Rumusan Masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana Perkembangan Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah di Indonesia menurut PSAK?
b. Bagaimana Perkembangan Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah di Indonesia menurut AAOIFI?
c. Jelaskan pemikiran-pemikiran
dari perdebatan oleh para pemikir akuntansi mengenai kerangka akuntansi!
d. Jelaskan beberapa
pemikiran-pemikiran kedepan mengenai akuntansi islam!
3. Tujuan Masalah:
Adapun Tujuan
penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui Perkembangan Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah di Indonesia menurut PSAK.
b. Untuk
mengetahui Perkembangan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah
di Indonesia menurut AAOIFI.
c. Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran dari perdebatan oleh para
pemikir akuntansi mengenai kerangka akuntansi.
d. Untuk mengetahui beberapa pemikiran-pemikiran kedepan mengenai
akuntansi islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
KERANGKA DASAR
PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN SYARIAH (PSAK)
Kerangka dasar
merupakan rumusan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan
keuangan bagi para pemakai eksternal. Adanya perbedaan karakteristik antara
bisnis yang berlandaskan pada syariah dengan bisnis konvensional menyebabkan
ikatan akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan kerangka dasar penyusunan dan
penyajian laporan keungan bank syari’ah (KDPPLKBS) pada tahun 2002. KDPPLKBS
selanjutnya di sempurnakan pada tahun 2007 menjadi kerangka dasar penyusunan
dan penyajian laporan keuangan syari’ah (KDPPLKS). Penyempurnaan KDPPLKS
terhadap KDPPLKBS di lakukan untuk memperluas cakupannya sehingga tidak hanya
untuk transaksi syari’ah pada bank syari’ah, melainkan juga pada jenis
institusi bisnis lain, baik yang berupa institas syari’ah maupun institas
konvensional yang bertransaksi dengan skema syari’ah.
Berdasarkan
pengantar yang disampaikan oleh Dewan standar Akuntansi Keuangan dalam Exposure
Draf KDPPLKS dengan KDPLKBS (2002). Sistematika KDPPLKBS (2002) hanya
menyajikan kerangka dasar yang berbeda dari KDPPLK (2004) dan jika diatur
secara khusus diasumsiokan kerangka dasar yang ada dalam KDPPLK (1994)
doianggap juga berlaku dalam bank syari’ah.
1.
Tujuan Kerangka Dasar
Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang
mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya.
Kerangka ini berlaku untuk semua jenis transaksi syariah yang dilaporkan oleh
entitas syariah maupun entitas konvensional baik sektor publik maupun sektor
swasta. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi:
a. Penyusun standar akuntansi keuangan syariah, dalam
pelaksanaan tugasnya membuat standar.
b. Penyusun laporan keuangan, untuk menaggulangi
masalah akuntansi syariah yang belum diatur dalam standar akuntansi keuangan
syariah.
c. Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah
laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syariah yanh berlaku
umum
d. Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan
standar akuntansi keuangan syariah.
2.
Pemakai dan kebutuhan informasi
Pemakai laporan keuangan meliputi:
1. Investor sekarang dan investor potensial
2. pemilik dana qardh
3. Pemilik dana syirkah
temporer
4. Pemilik dana titipan
5. Pembayar dan penerima zakat, infak, shodakoh, dan wakaf
6. Pengawas syariah
7. Karyawan
8. Pemasoh dan mitra usaha lainnya
9. Pelanggan
10. Pemerintah serta lembaga-lembaganya
11. Masyarakat
3. Paradigm
transaksi syari’ah
Transaksi
syari’ah berlandaskan pada paradigm bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan
sebagai amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh
umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual
(falah).[1]
Paradigma dasar ini menekankan bahwa setiap aktifitas manusia memiliki
akuntabilitas dan nillai ilahiah yang menempatkan perangkat syari’ah dan akhlak
sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktifitas usaha. Syari’ah
merupakan ketentuan hukum islam yang mengatur aktifitas manusia yang berisi
perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertical dengan
Tuhan maupun interaksi horizontal dengan sesama makhluk. Prinsip syari’ah yang
berlaku umum dalam kegiatan muamalah mengikat secara hukum bagi semua pelaku
dan pemangku kepentingn entitas yang melakukan transaksi syari’ah. Adapun
akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi
sesame makhluk agar hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis,
dan harmonis.
4. Asas
transaksi syari’ah
·
Persaudaraan (ukhuwah):
Yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi
nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh
mendapatkan keuntungan diatas kerugian orang lain. Prinsip ini didasarkan atas
prinsip saling mengenal (ta’aruf),
saling memahami (tafahun), saling
menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan saling
beraliansi (tahafu).
·
Keadilan (‘adalah): yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang
berhak dan sesuai dengan posisinya. Realisasi prinsip ini dalam bingkai aturan
muamalah adalah melarang adanya unsur:
a)
Riba/bunga dalam
segala bentuk dan jenis, baik riba nasiah
/fadhl.
b)
Kezaliman, baik
terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan.
c)
Judi atau bersikap
spekulatif dan tidak berhubungan dengan produktifitas (maysir).
d)
Unsur
ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya
kepastian kriterian kualitas, kuantitas, harga objek akad, atau eksploitasi
karena salah satu pihak tidak mengerti ini perjanjian (gharar).
e)
Haram atau segala
sesuatu (unsur) yang dilarang tegas dalam Al-quran dan As-sunnah, baik baik
barang maupun jasa atau aktivitas operasional terkait.
·
Kemaslahatan
(maslahah): Yaitu segala bentuk kebaikan
dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta
individual dan kolektif.
·
Keseimbangan (tawazum):
transaksi harus memperhatikan keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek
privat dan public, sektort keuangan dan riil, bisnis dan social, serta
keseimbangan aspek pengembangan dan pelestarian.
·
Universalisme
(syumuliyah): transaksi syariah dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua
pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan
sesuai dengan semangat rahmatan lil alamin.
5. Karakteristik
transaksi syari’ah
Implementasi transaksi
yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah harus memenuhi
karakteristik dan persyaratan antara lain:
·
Transaksi hanya
dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha
·
Prinsip kebebasan
bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
·
Uang hanya
berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas
·
Tidak mengandung
unsur riba
·
Tidak mengandung
unsur kezaliman
·
Tidak mengandung
unsur masyir
·
Tidak mengandung
unsur gharar
·
Tidak mengandung
unsur haram
·
Tidak menganut
prinsip nilai waktu dari uang (time value of money)
·
Transaksi dilakukan
berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak
tanpa merugikan pihak lain .
·
Tidak ada distorsi
harga melalui rekayasa permintaan (najasy).
·
Tidak mengandung
unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).
Karakteristik tersebut dapat diterapkan
pada transaksi bisnis yang bersifat komersial maupun yang bersifat
nonkomersial.
6.
Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan utama Laporan
Keuangan adalah untuk menyediakan informasi, menyangkut posisi keuangan,
kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syarian yang bermanfaat
bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.Beberapa tujuan
lainnya adalah :
1. Meningkatkan kepatuhan
terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha.
2. Informasi kepatuhan entitas
syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi asset, kewajiban, pendapatan,
dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan bagaimana
perolehan dan pengguanaannya.
3. Informasi untuk membantu
mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah terhadap amanah dalam
mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak.
4. Informasi mengenai tingkat
keuntungan investasiyang diperoleh penanam modal dan pemilik dana syirkah
temporer dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban( obligation) fungsi social
entitas syariah termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infaq, sedekah, dan
wakaf.
7. Bentuk laporan keuangan
Laporan keuangan entitas syariah terdiri atas:
1. Posisi keuangan entitas
syariah, disajikan sebagai neraca. Laporan ini menyajikan informasi tentang
sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas dan solvabilitas
serta kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan.
2. Informasi kinerja entitas
syariah, disajikan dalam laporan laba rugi. Laporan ini diperlukan untuk
menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di
masa depan.
3. Informasi perubahan posisi
keuangan entitas syariah, yang dapat disusun berdasarkan definisi dana seperti
seluruh sumber daya keuangan, modal kerja, aset atau kas. Kerangka ini
tidak mendefinisikan dana secara spesifik. Akan tetapi, melalui laporan ini
dapat diketahui aktivitas investasi, pendanaan dan operasi selama periode
pelaporan.
4. Informasi lain, seperti laporan
penjelasan tentang pemenuhan fungsi sosial entitas syariah.
5. Catatan dan skedul tambahan,
merupakan penampung dari informasi tambahan yang relevan termasuk pengungkapan
tentang risiko dan ketidakpastian yang mempengaruhi entitas.
8.
Asumsi dasar
1. Dasar akrual
Laporan keuangan disajikan atas dasar akrual,
maksudnya bahwa pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat terjadi
(dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan
dalam catatan akuntansi serta dilaporkan. Namun, dalam penghitungan pendapatan
untuk tujuan pembagian hasil usaha menggunakan dasar kas. Hal ini disebabkan
bahwa prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau
hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto.
2. Kelangsungan
usaha.
Laporan keuangan biasanya disusun atas
dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah yang akan melanjutkan usahanya
dimasa depan. Oleh karena itu, entitas syariah diasumsikan tidak bermaksud atau
berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya.
9. Karakteristik
kualitatif informasi keuangan syariah
Karakteristik kualitatif merupakan cirri
khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai. terdapat empat karakteristik kualitatif pokok, yaitu:
a.
Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam lapiran
keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk
maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang
aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemampuan untuk mempelajari
informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang
seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas
dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut sulit untuk dapat dipahami oleh
pemakai tertentu.
b.
Relevan
Maksudnya adalah memiliki kemampuan
untuk memengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi
masa lalu, masa kini, atau masa depan dengan mernegaskan atau mengoreksi hasil
evaluasi mereka di masa lalu.
c.
Andal
Andal diartikan sebagai bebas dari
pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan
pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithul representation)
dari yang seharusnya di sajikan atau yang sevara wajar diharapkan dapat
disajikan. Agar dapat diandalkan maka informasi harus memenuhi hal sebagai
berikut:
·
Menggambarkan dengan
jujur transaksi (penyajian jujur) serta peristiwa lainnya yang seharusnya
disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk di sajikan.
·
Dicatat dan disajikan
sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi yang sesuai dengan prinsif
syari’ah dan bukan hanya bentuk hukumnya (substansi mengungguli bentuk).
·
Harus diarahkan
untuk kebutuhan umum pemakai dan bukan pihak tertentu saja (netral).
·
Di dasarkan atas
pertimbangan yang sehat dalam hal menghadapi ketidakpastian peristiwa dan
keadaan tertentu.
·
Lengkap dalam batasan
materialitas dan biaya.
d.
Dapat dibandingkan
Pemakai harus dapat dibandingkan laporan
keuangan entitas syari’ah antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend)
posisi dan kinerja keuangan. Agar dapat dibandingkan, informasi tentang
kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan
perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut juga harus diungkapkan
termasuk ketaatan atas standar akuntansi yang berlaku.
10.
Kendala informasi
yang relevan dan andal
Kendala informasi yang relevan dan andal
terdapat dalam hal sebagai berikut :
a.
Tepat waktu
Jika terdapat penundaan yang tidak
semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan
relevansinya. Manajemen mungkin perlu menyeimbangkan manfaat relativ antara
pelaporan tepat waktu dan ketentuan informasi andal.
b.
Keseimbangan antara
biaya dan manfaat
Keseimbangan
antara biaya dan manfaat lebih merupakan suatu kendala yang dapat terjadi (pervasive)
dari suatu karakteristik kualutatif. Manfaat yang dihasilkan informasi
seharisnya melebihi biaya penyusunannya. Namun demikian, secara substabsi,
evaluasu biaya dan manfaat merupakan suatu prpses pertimbangaan (judgement
proces).
11. Unsur-unsur
laporan keuangan
Sesuai
karakteristik, laporan keuangan entitas syari’ah, antara lain meliputi:
a.
Komponen laporan
keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang terdiri atas :
1. Posisi keuangan
Unsur yang terkait secara langsung
dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset, kewajiban, dana syirkah temporer
dan ekuitas. Pos-pos ini didefinisikan sebagai berikut:
·
Aset adalah
sumber daya yang dikuasai oleh entitas syari’ah sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dimasa depn diharapkan akan diperoleh
entitas syari’ah. .
·
Kewajiban merupakan
utang entitas syari’ah masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu,
penyelesayannya di harapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas
syari’ah yang mengandung manfaat ekonomi.
·
Dana syirkah temporer adalah
dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka waktu tertentu dari individu
dan pihak lainnya dimana entitas syari’ah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvesatasikan
dana tersebut dengan pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.
·
Ekuitas adalah
hak resijual atas aset entitas syari’ah setelah dikurangi semua kewajiban dan
dana syirkah temporer. Ekuitas dapat disubklasifikasikan menjadi setoran modal
pemegang saham, saldo laba, penyisihan saldo laba dan penyisihan penyesuaian
pemeliharaan modal.
Contoh penyususnan laporan posisi keuangan pada
bank syariah:
LAPORAN POSISI KEUANGAN
(NERACA)
PT Bank
Syariah “X”
|
|||||||||
Laporan
Posisi Keuangan (Neraca)
|
|||||||||
Per 31
Desember 20X1
|
|||||||||
Aset
|
Xxx
|
||||||||
Kas
|
Xxx
|
||||||||
Penempatan pada Bank Indonesia
|
Xxx
|
||||||||
Giro pada bank lain
|
Xxx
|
||||||||
Penempatan pada bank lain
|
Xxx
|
||||||||
Investasi pada efek/surat berharga
|
|||||||||
Piutang:
|
Xxx
|
||||||||
Murabahah
|
Xxx
|
||||||||
Salam
|
Xxx
|
||||||||
Istishna
|
Xxx
|
||||||||
Ijarah
|
|||||||||
pembiayaa:
|
Xxx
|
||||||||
Mudharabah
|
Xxx
|
||||||||
Musyarakah
|
Xxx
|
||||||||
Persediaan
|
Xxx
|
||||||||
Tagihan dan kewajiban akseptasi
|
Xxx
|
||||||||
Aset ijarah
|
Xxx
|
||||||||
Aset istishna dalam penyelesaian
|
Xxx
|
||||||||
Penyertaan pada entitas lain
|
xxx
|
||||||||
Aset tetap dan akumulasi penyusutan
|
xxx
|
||||||||
Aset lainnya
|
xxx
|
||||||||
Jumlah Aset
|
|||||||||
KEWAJIBAN
|
xxx
|
||||||||
Kewajiban segera
|
xxx
|
||||||||
Bagi hasil yang belum dibagikan
|
xxx
|
||||||||
Simpanan
|
xxx
|
||||||||
Simpanan dari bank lain
|
xxx
|
||||||||
Utang:
|
xxx
|
||||||||
Salam
|
xxx
|
||||||||
Istishna
|
xxx
|
||||||||
Kewajiban kepada bank lain
|
xxx
|
||||||||
Pembiayaan yang diterima
|
xxx
|
||||||||
Utang pajak
|
xxx
|
||||||||
Estimasi kerugian komitmen dan
kontinjensi
|
xxx
|
||||||||
Pinjaman yang diterima
|
xxx
|
||||||||
Kewajiban lainnya
|
xxx
|
||||||||
Pinjaman subordinasi
|
xxx
|
||||||||
Jumlah Kewajiban
|
|||||||||
DANA SYIRKAH TEMPORER
|
|||||||||
Dana syirkah temporer dari bukan bank:
|
xxx
|
||||||||
Tabungan mudharabah
|
xxx
|
||||||||
Deposito mudharabah
|
xxx
|
||||||||
Dana syirkah temporer dari bank:
|
xxx
|
||||||||
Tabungan mudharabah
|
xxx
|
||||||||
Deposito mudharabah
|
xxx
|
||||||||
Musyarakah
|
xxx
|
||||||||
Jumlah Dana Syirkah temporer
|
|||||||||
EKUITAS
|
xxx
|
||||||||
Modal disetor
|
xxx
|
||||||||
Tambahan modal disetor
|
xxx
|
||||||||
Saldo laba (rugi)
|
xxx
|
||||||||
Jumlah Ekuitas
|
xxx
|
||||||||
Jumlah Kewajiban, Dana Syirkah
tempporer dan ekuitas
|
xxx
|
LAPORAN
LABA-RUGI
Komponen-komponen
laporan laba rugi bank syariah disusun dengan mengacu pada PSAK untuk pos-pos
umum. Dengan memperhatikan ketentuan dalam PSAK terkait, bank syariah
menyajikan laporan laba rugi yang mencakup, tetapi tidak terbatas, pada pos-pos
berikut:
PT Bank
Syariah “X”
|
|||||||||
Laporan
Laba Rugi
|
|||||||||
Periode 1
Januari s.d. 31 Desember 20X
|
|||||||||
Pendapatan Pengelolaan
Dana oleh bank sebagai mudharib
|
|||||||||
Pendapatan dari jual beli:
|
|||||||||
Pendapatan marjin murabahah
|
Xxx
|
||||||||
Pendapatan neto salam parallel
|
Xxx
|
||||||||
Pendapatan neto istishna parallel
|
Xxx
|
||||||||
Pendapatan dari sewa:
|
|||||||||
Pendapatan neto ijarah
|
Xxx
|
||||||||
Pendapatan dari bagi hasil:
|
|||||||||
Pendapatan bagi hasil mudharabah
|
Xxx
|
||||||||
Pendapatan bagi hasil musyarakah
|
Xxx
|
||||||||
Pendapatan usaha utama lainnya
|
Xxx
|
||||||||
Jumlah Pendapatan Pengelolaan Dana
oleh bank sebagai mudharib
|
Xxx
|
||||||||
Hak pihak ketiga atas bagi hasil
|
(xxx)
|
||||||||
Pendapatan Usaha Lainnya
|
|||||||||
Pendapatan imbalan jasa perbankan
|
xxx
|
||||||||
Pendapatan imbalan investasi terikat
|
Xxx
|
||||||||
Jumlah Pendapatan Usaha Lainnya
|
|||||||||
Beban Usaha
|
(xxx)
|
||||||||
Beban kepegawaian
|
(xxx)
|
||||||||
Beban administrasi
|
(xxx)
|
||||||||
Beban penyusutan dan
amortisasi
|
(xxx)
|
||||||||
Beban usaha lain
|
(xxx)
|
||||||||
Jumlah Beban Usaha
|
(xxx)
|
||||||||
Laba (Rugi) Usaha
|
Xxx
|
||||||||
Pendapatan dan Beban Nonusaha
|
|||||||||
Pendapatan nonusaha
|
Xxx
|
||||||||
Beban nonusaha
|
(xxx)
|
||||||||
Jumlah Pendapatan (Beban) Nonusaha
|
Xxx
|
||||||||
Laba (Rugi) sebelum Pajak
|
Xxx
|
||||||||
Beban Pajak
|
(xxx)
|
||||||||
Laba (Rugi) Neto Periode Berjalan
|
Xxx
|
||||||||
2. Kinerja
Unsur
yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah
penghasilan dan beban. Unsur penghasilan beban didefinisikan berikut ini:
·
Penghasilan (income)
adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk
pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan
kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari konstribusi penanam modal. Penghasilan
(income) meliputi pendapatan (revenues) maupun keuntungan (gain).
·
Beban (ekspenses)
adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk
arus keluar berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan
penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal,
termasuk di dalamnya beban untuk pelaksanaan aktivitas entitas syari’ah maupun
kerugian yang timbul.
·
Hak pihak ketiga atau
bagi hasil
Hak
pihak ketiga atau bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil
pemilik dana atau keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas
syari’ah dalam suatu periode laporan keuangan.
Hak
pihak ketiga atas bagi hasil tidak bisa dikelompokan sebagai beban (ketika
untung) atau pendapatan (ketika rugi). Namun, hak pihak ketiga atas bagi hasil
merupakan alokasi keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas investasi
yang dilakukan bersama dengan entitas syari’ah.
b.
Komponen laporan
keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial, meliputi laporan sumber dan
penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
c.
Komponen laporan
keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas
syari’ah tersebut.
12. Pengukuran Unsur-Unsur
Laporan Keuangan
Berbagai dasar pengukuran tersebut
adalah sebagai berikut:
a.
Biaya historis (historical
cost)
Aset di catat sebesar pengeluaran
kas (setara kas) yang di bayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration)
yang di berikan untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan.
Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar
dari kewajiban (obligation), atau
dalam keadaan tertentu (misalnya:pajak penghasilan), dalam jumlah kas (atau
setara kas) yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam
pelaksanaan usaha yang normal. Dasar ini adalah dasar pengukuhan yang lazim
digunakan entitas syariah dalam penyusunan laporan keuangan.
b.
Biaya kini (current
cost)
Aset dinilai dalam jumlah kas
(stara kas) yang seharusnya dibayar bila aset yang sama atau stara aset
diperoleh sekarang.
kewajiban dinyatakn dalm jumlah kas (atau setara kas )yang tidak
didiskonkan (undiscounted) yang
mungkin dapat diperlukan untuk menyelesaiakan kewajiban (obligation) sekarang.
c.
Nilai realisasi
atau penyelesaian (realizable atau settement value)
Aset dinyatakan dalam jumlah pas
(setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset dalam pelepasan
normal (orderly disporal).
Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian : yaitu, jumlah
kas (atau setara kas) yang tidak didiskonkan yang diharapkan akan dibayarkan
untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal. Dasar pengukuhn ini
walaupun dapat digunakan tetapi tidak mudah untuk diterapkan dalam kondisi saat
ini. Mengingat manajemen harus menjamin informasi yang disajikan adalah andal
serta dapat dibandingkan.
13. Catatan
atas laporan keuangan
Catatan
atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang
tertera dalam laporan keuangan utama. Catatan atas laporan keuangan suatu
entitas syariah harus mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
· Informasi
tentang dasar penyusunsn laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih
dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting.
· Informasi
yang diwajiobkan dalam PSAK, tetapi tidak disajikan dalam neraca, laporan laba
rugi, laporan arus kas: perubahan ekuitas: laporan sumber dan penggunaan zakat
: dan laporan penggunaan dana kebajikan.
· Informasi
tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan, tetapi diperlukan dalam
rangka penyajian secara wajar.
Dalam rangka membantu pengguna laporan
memahami laporan keuangan dan membandingkannya dengan laporan keuangan entitas
syariah lain , catatan atas laporan keuangan umumnya disajikan dengan urutan
sebagai berikut:
· Pengungkapan
mengenai dasar pengukuran dan kebijakan akuntansi yang diterapkan.
· Informasi
pendukung pos-pos laporan keuangan sesuai urutan sebagaimana pos-pos tersebut
disajikan dalam laporan keuangan dan urutan penyajian komponen laporan
keuangan.
· Pengungkapan
lain termasuk kontijensi, komitmen dan pengungkapan keuangan lainnya serta
pengungkapan yang bersifat non-keuangan.
KONSEP DASAR AKUNTANSI MENURUT AAOIFI DAN PEMIKIR ISLAM
1.
Tujuan akuntansi keuangan dan laporan keuangan
Kerangka dasar akuntansi disadari merupakan hal penting, dan untuk itu,
AAOIFI telah mengeluarkan pernyataan no. 1 dan 2. Manfaat dengan ditentukannya
tujuan akuntansi keuanagan untuk lembaga keuangan syariah menurut AAOIFI yaitu
sebagai berikut:
1.
Dapat digunakan
panduan bagi dewan standar untuk menghasilkan standar yang konsisten.
2.
Tujuan akan membatu
bank dan lembaga keuangan syariah untuk memilih berbagai alternatif metode
akuntansi pada saat standar akuntansi belum mengatur.
3.
Tujuan akan
membantu untuk memandu manajemen dalam membuat pertimbangan /judgement pada saat akan menyusun
laporan keuangan.
4.
Tujuan jika
diungkapkan dengan baik, akan meningkatkan kepercayaan pengguna serta
meningkatkan pemahaman informasi akuntansi sehingga akhirnya akan meningkatkan kepercayaan
atas lembaga keuanagn syariah.
5.
Penetapan tujuan
yang mendukung penyusunan standar akuntansi yang konsisten. Ini seharusnya
dapat meningkatkan kepercayaan pengguna laporan keuangan.
Pendekatan yang digunakan oleh para
pemikir islam dalam AAOIFI untuk menyusun tujuan laporan keuangan lembaga
keuangan syariah adalah dengan cara mengambil seluruh pemikiran akuntansi
kontemporer yang berlaku kemudian melakukan tes dan analisis apakah pemikiran
tersebut sejalan atau bertentangan dengan syariah islam.
1.
Tujuan akuntansi
keuangan
a.
Untuk menentukan
hak dan kewajiban dari pihak yang terlibat dengan lembaga keuangan syariah
tersebut, termasuk hak dan kewajiban dari transaksi yang belum selesai, terkait
dengan penerapan, kewajaran dan ketaatan atas prinsip dan etika syariah islam.
b.
Untuk menjaga asset
dan hak-hak lembaga keuangan syariah.
c.
Untuk meningkatkan
kemampuan manajerial dan produktivitas dari lembaga keuangan syariah.
d.
Untuk menyiapkan informasi
laporan keuangan yang berguna kepada pengguna laporan keuangan sehingga mereka
dapat membuat keputusan yang tepat dalam berhubungan dengan lembaga keuangan.
2.
Tujuan laporan
keuangan kepada pengguna informasi luar
a.
Memberikan
informasi tentang kepatuhan lembaga keuangan syariah terhadap syariah islam,
termasuk informasi tentang pemisahan antara pendapatan dan pengeluaran yang
boleh dan tidak menurut syariat islam.
b.
Memberikan
informasi tentang sumber daya ekonomi dan kewajiban lembaga keuangan syariah.
c.
Memberikan
informasi kepada pihak yang terkait dengan penerimaan dan penyaluran zakat pada
lembaga keuangan syariah.
d.
Memberikan
informasi untuk mengestimasi arus kas yang dapat direalisasikan, wakturealisasi
dan resiko yang mungkin timbul dari transaksi dengan lembaga keuangan syariah.
e.
Memberikan
informasi agar pengguna laporan keuangan dapat menilai dan mengevaluasi lembaga
keuangan syariah apakah telah menjaga dana serta melakukan investasi dengan
tepat termasuk memperoleh imbal hasil yang memuaskan.
f.
Memberikan
indormasi tentang pelaksanaan tanggung jawab sosial dari lembaga keuangan
syariah.
Akuntansi syariah memberikan
penekanan pada dua hal, yaitu akuntabilitas dan pelaporan. Akuntabilitas
tercermin melalui tauhid bahwa segala sesuatu di dunia ini harus berjalan
sesuai aturan Allah SWT, dan melalui fungsi manusia sebagai Khalifah di bumi.
Pada saat yang sama, akuntansi merupakan bentuk pertanggungjawaban manusia
kepada Allah dimana seluruh aturan dalam melakukan kegiatan bisnis dan personal
harus sesuai dengan aturan Allah SWT.
2. Pemakai
dan kebutuhan informasi
pemakai
laporan keuangan menurut AAOIFI antara lain sebagai berikut:
1. Pemegang saham
2. Pemegang investasi
3. Pemilik dana (bagi
Deposan Bank)
4. Pemilik dana tabungan
5. Pihak yang melakukan
transaksi bisnis
6. Pengelola zakat
7. Pihak yang mengatur[2]
3. Paradigma, asas, dan
karakteristik transaksi syariah
Transaksi
syariah berlandaskan pada paradigma dasar bahwa alam samesta diciptakan Tuhan
sebagai amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh
umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual.
transaksi syariah menetapkan asas yang luhur, manusiawi, dan bersifat
melindungi pada umat manusia secara keseluruhan dalam hal bermuamalah. Azas
transaksi yang ditetapkan adalah prinsip persaudaraan (ukhuwah), keadilan
(‘adalah), keseimbangan (tawazun), universal (syumuliyah).
Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma
dan azas transaksi syariah harus memenuhi karakteristik sebagai berikut:
a) Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan dan
saling ridha.
b) Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan
baik.
c) Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai,
bukan sebagai komoditas.
d) Tidak mengandung unsur riba.
e) Tidak mengandung unsur kedzaliman.
f) Tidak mengandung unsur masyir.
g) Tidak mengandung unsur gharar.
h) Tidak mengandung unsur haram.
i) Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelasdan benar
serta untuk keuntungan semua pihaktanpa merugikan pihak lain.
j) Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan ( najasy),
maupun melalui rekayasa penawaran (ikhtikar).
k) Tidak mngandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risyawah).[3]
4. Bentuk Laporan Keuangan
Bentuk laporan keuangan AAOIFI adalah laporan
keuangan untuk perbankan syariah. Antara lain berbentuk:
a) Laporan perubahan posisi keuangan.
b) Laporan laba rugi.
c) Laporan perubahan ekuitas atau laporan perubahan saldo laba.
d) Laporan arus kas.
e) Laporan perubahan ninvestasi yang dibatasi dan ekuivalennya.
f) Laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta dana sumbangan.
g) Laporan sumber dan penggunaaan dana qard hasan.
5. Syarat Laporan Keuangan
Syarat kualitatif laporan keuangan menurut AAOIFI
yaitu:
a) Relevan, laporan keuangan relevan harus memiliki nilai prediksi dan nilai
umpan balik serta harus disajikan tepat waktu, baik untuk laporan intern maupun
untuk laporan tahunan.
b) Dapat diandalkan, Hal ini berkaitan berarti dapat diandalakan sesuai dengan
kondisi yang melekat pada transaksi termasuk penggunaan cara atau metode untuk
penghitungan dari suatu transaksi.
c) Dapat dibandingkan, Informasi keuangan dapat dibandingkan antara lembaga
keuangan syariah dan diantara dua periode akuntansi yang berbeda bagi lembaga
keuangan yang sama.
d) Konsisten,Metode yang akan digunakan untuk penghitungan pada pengungkapan
akuntansi yang sama untuk dua periode penyajian laporan keuangan.
e) Dapat dimengerti, Informasi yang disajikan dapat dimengerti dengan mudah
bagi rata-rata pengguna laporan keuangan.
PERDEBATAN PARA PEMIKIR
AKUNTANSI MENGENAI KERANGKA AKUNTANSI
1. Entitas unit akuntansi
Konsep
ini diartikan bahwa setiap perusahaan adalah suatu unit akuntansi yang terpisah
dan harus dibedakan dengan pemiliknya atau dengan perusahaan lain. Terdapat
beberapa teori tentang kepemilikan diantaranya ;
a. Proprietary theory, dimana kepemilikan terhadap
perusahaan tercermin pada akun ekuitas sehingga persamaanya Aset – kewajiban =
ekuitas
b. Entity theory, dimana pemilik hanya memiliki hak
atas sebagian dari kepemilikan perusahaan, karena pemilik adalah hanya salah
satu yang berhak atas perusahaan, sehingga persamaannya adalah Aset = kewajiban
= ekuitas.[4]
Para ulama fikih baik klasik maupun kontemporer
serta para pemilik akuntansi islam, masih berbeda pandapat mengenai teori ini.
Mereka yang mendukung diantarannya adalah Adnan dan Gaffikin (1997), Abdul
Rahman (Napier, 2007), Attiah (1989). Konsep tersebut beralasan bahwa dalam
islam ada juga konsep akuntansi yang harus terpisah dari unit akuntansi seperti
Wakaf, Baitul Mall, Zakat, dan pemerintahan.
Sedangkan mereka yang tidak setuju dengan konsep ini di antaranya: Gambling dan Karim (1991), Khan (Napier, 2007) beralasan bahwa perusahaan adalah suatu bentuk entitas hukum yang tidak dapat dipisahkan dengan pemiliknya terutama yang berkaitan dengan utang.
AAOIFI menerima konsep ini dengan dasar saling
mempercayai dan masjid telah menjadi contoh adanya konsep entitas unit
akuntansi yang terpisah dalam masyarakat islam.
2. Kegiatan usaha yang berkelanjutan
Konsep
berkelanjutan ini dijelaskan “Mengasumsikan bahwa perusahaan akan terus
berlanjut dimasa yang akan datang”.Konsep ini juga banyak dikritisasi oleh
pemikir akuntansi, termasuk pemikir akuntasi islam. Mereka yang menolak konsep
ini (adnan dan Gaffakin 1997) beralasan bahwa semua makhluk adalah fana (tidak
dapat hidup selamanya) dan hanya Allah yang akan terus hidup selamanya.
Pendapat
ini ditolak oleh mereka yang mendukung dengan mengatakan bahwa islam sangat
mendukung orang yang bekerja keras dan menabung untuk mengantisipasi hari
dimasa depan sebagai mana dalam QS 57:7 dan Al Hadis: “Allah menyayangi
orang yang mencari nafkah yang baik dan menafkahkan secara sederhana serta
menabung sisanya untuk persiapan pada hari ia membutuhkan dan pada hari fakirnya”.
(HR. Bukhari)
3. Periodisasi
Menurut
konsep ini, adanya perubahan atas kekayaan perusahaan pada laporan keuangan
harus dijelaskan secara periodic. Konsep ini berhubungan dengan konsep kegatan
usaha yang berkelanjutan. Konsep ini diterima oleh AAOIFI dan para pemikir
islam.
4. Satuan mata Uang
Pemikir
akuntasi dan ulama fikih berbeda pandapat tentang konsep ini, antara lain
adalah Ahmed (Napier, 2007) yang menyatakan bahwa penggunaan uang sebagai alat
perhitungan dalam lingkungan inflasi tinggi sangat dipertanyakan. Attiah (1989)
mengusulkan penggunaan emas dan perak sebagai alat ukur karena kedua komoditas
tersebut memiliki nilai yang konsisten dan penentuan nisab zakat juga
menggunakan komoditas tersebut.
AAOFI
menerima konsep ini berdasarkan hasil pertemuan The Islamic Academy di Kuwait
pada bulan Desember 1988 yang menyatakan bahwa utang seharusnya dinilai pada
jumlah uang tanpa melihat perubahan nilai uangnya. Pemikir akuntansi yang
menerima konsep ini, bersikap pragmatis karena belumada metode yang lebih baik
lagi mengatasi masalah ini.
5. Konservatif
Merupakan
konsep yang digunakan oleh akuntan untuk melaporkan nilai yang rendah untuk
aset dan pendapatan serta nilai yang tinggi untuk kewajiban dan beban. Hal ini memiliki
dampak bahwa untuk transaksi yang berpengaruh terhadap kewajiban dan beban akan
diakui dengan cepat sedangkan untuk aset dan pendapatan sebaliknya
Konsep
ini dikritik oleh pemikir islam karena akan membuat perhitungan zakat
didasarkan atas aset menjadi terlalu rendah, akan tetapi jika dilihat dari
perhitungan pembagian laba untuk transaksi mudhorobah memang konsep ini dapat
digunakan, mengingat bagi hasil dilakukan setelah dijetahui laba
direalisasikan.
6. Harga perolehan
Merupakan
konsep dimana aset dicatat sejumlah kas atau setara kas yang dibayarkan pada
aset memperoleh sesuatu, sedangkan kewajiban dicatat pada jumlah uang yang akan
diterima dari pertukaran atas kewajiban. Pemikir akuntansi islam lebih memilih untuk menggunakan nilai sekarang
dibandingkan harga perolehan khususnya untuk merealisasikan zakat.
7. Penandingan antara pendapatan dan
beban.
Merupakan
konsep dimana pendapatan diakui pada suatu periode tertentu sesuai prinsip
pengakuan pendapatan secara bersamaan dengan pengakuan beban. Peneliti akuntansi islam berbeda tentang konsep
ini, mereka mengangap konsep ini kurang penting karena akan lebih baik
melakukan penilaian laba dengan pendekatan aset liability sehingga jika aset
bersih naik berarti telah terjadi laba.
8. Dasar akrual
Konsep
ini mengatakan bahwa pengakuan pendapatan dilakukan saat suatu manfaat itu
diperoleh. Konsep ini diterima oleh AAOIFI, sedangkan para pemikir yang lain
mengatakan bahwa konsep ini tidak dapat digunakan sebagai cara menghitung zakat
mengingat zakat harus dibayar berdasarkan kekayaan yang telah diterima
manfaatnya (madzhab maliki) dan juga bagi hasil atas mudhorobah didasarkan atas
keuntungan kas yang diterima (madzhab syafi'i)
9. Pengungkapan penuh
Konsep
ini mengharuskan pengungkapan informasi sesuai dengan kebutuhan informasi dari
mayoritas pembaca laporan keuangan. Konsep ini diterima oleh para pemikir
akuntansi islam karena islam sangat mengutamakan prinsip keadilan termasuk
keadilan dalam memperoleh informasi. AAOIFI tidak menjelaskan konsep ini pada bagian tujuan dan
konsep akuntansi untuk lembaga keuangan syari'ah.
10. Substansi mengungguli bentuk
Konsep
ini mengatakan bahwa hakikat dari suatu transaksi lebih penting dari bentuk
hukum transaksi itu sendiri. Penerapan substansi mengungguli bentuk pada
akuntansi konvensional adalah capital leasing. Ketentuan syariah tidah mengenal konsep ini mengingat seluruh
transaksi didasarkan atas akad dan akad tersebut akan selalu sama
antara bunyi bakad (dalam bentuk hukum) dengan substansi dari akad itu sendiri,
karena islam melarang transaksi yang kurang jelas. AAOIFI sendiri tidak
menjelaskan tenrang konsep ini.
BEBERAPA PEMIKIRAN KE DEPAN
MENGENAI AKUNTANSI ISLAM
1. Neraca yang menggunakan Nilai
saat ini (current value balance sheet)
Untuk
mengatasi kelemahan dari historical cost yang kurang cocok dengan pola
perhitungan zakat yang mengharuskan perhitungan kekayaan dengan nilai sekarang.
Alasan lain, adalah dengan menggunakan nilai sekarang akan mempermudah pengguna
laporan keuangan untuk mengambil keputusan karena nilai yang disajikan lebih
relevan dibandingkan nilai historical cost.
2. IFRS (International Financial
Reporting Standard)
IFRS
telah merekomendasikan nilai saat ini (current value) untuk aset yang disajikan
dalam laporan keuangan, dan negara-negara didunia sedang dalam proses untuk
mengadopsi IFRS sebagai standar pelaporan dinegara masing-masing.
3. Laporan Nilai Tambah (value added
statement)
Laporan
Nilai Tambah sebagai pengganti laporan laba atau sebagai laporan tambah atas
neraca dan laporan laba rugi. Usulan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa
unsur terpenting didalam akuntansi syariah bukanlah kinerja operasional (laba
bersih), tetapi kinerja dari sisi pandang para stakeholders dan nilai sosial
yang dapat didistribusikan secara adil kepada sekelompok yang terlibat dengan
dengan perusahaan dalam menghasilkan nilai tambah. Konsep nilai tambah dianggap
sebagai jawaban atas kelemahan akuntansi keuangan konvensional sehingga
diusulkan sebagai laporan tambahan.
Dalam
perkembangannya, syariah value added statement dianggap lebih sesuai dengan
aktivitas ekonomi islam yang adil dan beretika, serta sejalan dengan tujuan
akuntabilitas dari akuntansi syariah, khususnya pendapatan dan beban yang harus
ditanggung oleh publik. Pemikir akuntansi islam juga melakukan perubahan atas
format value added statement dengan cara megeluarkan zakat yang awalnya
dianggap bagian dari charity dan menyajikan secara khusus setelah Gross Value
Added. Hal ini sesuai dengan makna zakat yang bukan hanya sekedar sumbangan
tetapi juga memiliki nilai pembersihan serta merupakan hal yang wajib bagi
muslim.
Laporan
nilai tambah ini masih dalam tataran konsep mengingat AAOIFI belum mewajibkan
haltersebut pada pernyataannya. Disamping itu hasil penelitian oleh sulaiman
(1998) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi tentang kegunaan maraca
dengan nilai sekarang sreta laporan nilai tambah di kalangan orang muslim dan
non muslim termasuk pengelola zakat.[4]
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Akuntansi dikembangkan untuk mendukung ekonomi dengan mengikuti paradigma
dari sitem ekonominya. Jadi, akuntansi memerlukan kerangka dasar untuk
akuntansi dan pelaporan keuangan , tidak tekecuali dalam akuntansi syariah.
Ada berbagai macamkerangka dasar akuntansi. Yaitu: Keuangan dasar
penyusunan dan penyajiann laporan keuangan syariah (KDPPLKDS) menurut PSAK,
Konsep dasar akuntansi menurut AAOIFI dan Konsep dasar akuntansi menurut
Pemikir Islam. Berbagai macam kerangka dasarakuntansi tersebut memiliki
perbedaan. KDPPLKDS menurut PSAK dan Konsep dasar akuntansi menurut AAOIFI
mempunyai perbedaan dalam segi paradigma, asas, karakteristik, bentuk laporan
keuangan, syarat laporan keuangan dll.
Sedangkan konsep dasar akuntansi menurut pemikir islam masih terdapat
banyak perdebatan antara para pemikir. Perdebatan para pemikir akuntansi
mengenai kerangka akuntansi yaitu mengenai: (1) Entitas unit akuntansi, (2)
Kegiatan usaha yang berkelanjutan, (3) Periodisasi, (4) Satuan mata Uang,
(5) Konservatif, (6) Harga perolehan, (7) Penandingan antara pendapatan dan
beban, (8) Dasar akrual, (9) Pengungkapan penuh, (10) Substansi
mengungguli bentuk. Sedangkan perdebatan beberapa pemikiran ke depan
diantaranya: (1) Neraca yang menggunakan Nilai saat ini (current value balance
sheet), (2) Kegiatan usaha yang berkelanjutan IFRS (International Financial
Reporting Standard, (3) Laporan Nilai Tambah (value added statement)
.
DAFTAR
PUSTAKA
Sri nurhayati dan Wasilah. 2013. Akuntansi Syariah di Indonesia
jilid 3. Jakarta: Salemba Empat.
Wiyono, Slamet dan Taufan
Mualamin. 2013. Memahami
Akuntansi Syariah Di Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media.
[1] Sri nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 3(Jakarta: Salemba Empat, 2013), hlm. 96.
[2] Ibid., hal.97-116
[3] Slamet Wiyono dan Taufan
Mualamin, Memahami Akuntansi Syariah Di
Indonesia, ( Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), hal 74
bonus video bisa disubscribe, like, comment, dan share ya....!
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.